“Keterlibatan Masyarakat Adalah Kunci”

Fachrizal Hutabarat

Jimmy B. Panjaitan, Ketua Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT) | FOTO: ANGGA CIPTA PURNAMA | ALUMNIA

TAHUN 2020 pemerintah menetapkan Danau Toba sebagai salah satu destinasi super prioritas atau kawasan pariwisata yang disiapkan sebagai pengganti Bali. Penetapan status tersebut membuat pembangunan dan promosi pariwisata tertuju ke Danau Toba. Danau vulkanik terbesar di dunia dengan luas 1.130 kilometer persegi ini memang memukau. Selain menawarkan pemandangan lembah hijau yang bertemu danau kebiruan, kawasan ini juga memiliki budaya Batak di Pulau Samosir dan desa-desa tua di sekitarnya.

Badan Pelaksana Otoritas Danau Toba (BPODT) memegang peranan penting dalam merencanakan hingga mengelola kawasan pariwisata di sekitar Danau Toba. Direktur Utama BPODT Jimmy B. Panjaitan (EL ’99) berbagi pengalaman-nya mengembangkan pariwisata selama tiga tahun terakhir kepada Stanno Yudha Putra dan Fachrizal Hutabarat dari Alumnia. Berikut petikannya:

T: Bagaimana rencana strategi Anda memimpin BPODT?

J: Fokus utama kami adalah pengelolaan kawasan secara terpusat. Misalnya, Toba Kaldera Resort dirancang sebagai “mercusuar” pariwisata Danau Toba. Kawasan ini mencakup hotel, restoran, dan fasilitas lainnya yang sudah mulai beroperasi. Pendekatan ini mempermudah pengelolaan kualitas layanan dibandingkan menyebar pengemba-ngan di seluruh Danau Toba, yang luasnya empat kali Singapura.

T: Apa tantangan terbesar dalam pengelolaan BPODT?

J: Tantangan terbesar adalah keberagaman sumber daya manusia (SDM). Tim kami terdiri dari berbagai latar belakang—PNS, swasta, hingga rentang pendidikan dari SMA hingga S3. Pendekatan kerja antara PNS yang fokus pada proses dan swasta yang lebih mengutamakan hasil seringkali membutuhkan penyesuaian budaya kerja. Kami

perlahan-lahan menyatukan visi dengan digitalisasi proses kerja, seperti mengganti dokumen manual menjadi sistem online.

T: Bagaimana BPODT melibatkan masyarakat lokal, terutama di sekitar Danau Toba?

J: Keterlibatan masyarakat adalah kunci. Kami berupaya melibatkan mereka melalui pendekatan budaya, seperti mengangkat tradisi menghormati alam dalam festival. Namun, penting untuk menyampaikan edukasi sejak dini tentang pariwisata sehingga masyarakat memahami manfaat ekonomi tanpa merasa terintimidasi. Komunikasi yang tepat adalah kunci sukses melibatkan masyarakat.

T: Bagaimana BPODT memastikan promosi pariwisata melindungi kearifan lokal masyarakat adat setempat?

J: Kami melibatkan masyarakat lokal, terutama suku Batak, dalam aspek kebudayaan dengan mengangkat tradisi mereka, seperti penghormatan terhadap danau yang dianggap dijaga oleh naga. Secara umum, masyarakat Danau Toba mendambakan kemajuan, tetapi perlu dihormati dan diajak berkomunikasi dengan tepat. Mereka terbuka terhadap kompromi jika komunikasi dilakukan dengan benar.

T: Anda berasal dari industri teknologi dan kini masuk ke pariwisata. Bagaimana Anda beradaptasi?

J: Transisi ini mengajarkan saya bahwa prinsip kerja dasar seperti “perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan” berlaku di mana saja. Saya belajar menghargai masyarakat setempat dengan cara sederhana, seperti mengikuti tradisi lokal. Hal ini membangun kepercayaan yang sangat penting untuk keberhasilan program-program kami.

T: Apa tantangan yang dihadapi BPODT saat ini?

J: Masyarakat Danau Toba sekitar 60-70%, adalah petani yang biasanya berpikir jangka pendek. Mereka menghadapi industri pariwisata yang berorientasi jangka panjang. Ketika mendengar rencana pembangunan dari Presiden Jokowi untuk menjadikan Danau Toba sebagai destinasi unggulan, mereka sering skeptis karena tidak segera melihat hasilnya. Mereka cenderung menunggu dan meragukan janji-janji tersebut. Jika kita bisa melaksanakan program-program dengan strategi jangka pendek dan jangka panjang, masyarakat akan lebih termotivasi untuk terlibat dalam pariwisata.

T: Bagaimana dengan dampak BPODT terhadap penyerapan tenaga kerja lokal bagi pariwisata setempat?

J: Kami memiliki target menciptakan empat juta lapangan kerja dari sektor pariwisata, termasuk di Otorita Danau Toba. Kami berharap bisa menyumbang sekitar 500.000 lapangan kerja dari target tersebut.

T: Seperti apa anda menggambarkan industri pariwisata?

J: Pariwisata adalah industri layanan yang melibatkan banyak elemen—arsitektur, konstruksi, transportasi hingga pendidikan. Misalnya, pembangunan infrastruktur seperti jembatan atau bandara adalah bagian integral dari pariwisata. Namun, inklusivitas ini membutuhkan kesadaran kolektif. Oleh karena itu, saya mendorong agar pendidikan formal di Indonesia memasukkan kurikulum dasar kepariwisataan. Ini akan membantu menciptakan pemahaman sejak dini bahwa semua profesi dapat berkontribusi dalam sektor ini.

T: Lalu bagaimana Anda melihat pariwisata sebagai bagian dari ekonomi masa depan Indonesia?

J: Pariwisata adalah sektor jasa yang sangat potensial. Negara-negara maju telah membuktikan bahwa sektor jasa menyumbang sekitar 70% ekonomi mereka. Indonesia memiliki keunggulan besar dengan kekayaan alam dan budayanya. Jika dikelola dengan baik, pariwisata dapat menjadi salah satu pilar utama ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja dan mendukung keberlanjutan.

T: Apa harapan Anda untuk masa depan Danau Toba?

J: Harapannya, dengan ditetapkannya Danau Toba sebagai destinasi pariwisata prioritas, bisa memberikan dampak positif, terutama bagi ekonomi negara kita, sehingga ada pertumbuhan ekonomi di sana. Dengan masuknya wisatawan asing, kita berharap isu ketenagakerjaan juga bisa teratasi. Masyarakat setempat dapat diberdayakan dengan baik di sektor-sektor industri yang saling bersinergi, seperti perhotelan, rekreasi serta pembangunan aksesibilitas.

T: Anda menyatakan perlu pendekatan jangka panjang dalam pengembangan industri pariwisata. Lewat cara apa menurut Anda untuk memperluas pemahaman pariwisata secara nasional?

J: Indonesia merupakan zamrud khatulistiwa. Tinggal bagaimana caranya supaya semua warga ini punya frekuensi yang sama tentang memandang pariwisata, tentang bagaimana mendapatkan benefit dari pariwisata ini tanpa mengorbankan alam dan budaya. Menurut saya, yang paling efektif dengan memasukkan pendidikan dasar mengenai hospitality, pelayanan dari TK sampai SMA. Mereka mendapatkan kurikulum mengenai karakter, etika, dan kebiasaan yang penting. Seperti kebiasaan menjaga kebersihan, menghormati orang lain, menjaga keamanan, jujur, sopan. Pendidikan formal ini bisa menjangkau semua masyarakat sampai pelosok terdalam dengan pesan yang sama. ▉

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *