DUA Universitas ternama di Kota Bandung mengalami insiden dugaan penyerangan oleh aparat kepolisian dan TNI pada Senin malam, 1 September 2025. Kedua universitas itu adalah Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan Universitas Pasundan (UNPAS).
Peristiwa penyerangan itu kemudian memicu kecaman luas dari publik, termasuk dari mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menggelar aksi simbolik menolak kekerasan aparat.
Mahasiswa ITB tak tinggal diam. Pada Selasa, 2 September 2025, mulai pukul 16:30 WIB Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB) menggelar aksi simbolik dengan menyalakan seribu lilin di area kolam Indonesia Tenggelam (Intel), kampus ITB Ganesha.
Ketua Kabinet KM ITB, Farell Faiz Firmansyah, menegaskan bahwa aksi lilin ini adalah wujud sikap tegas KM ITB, sekaligus pesan kepada masyarakat bahwa ITB dan mahasiswanya akan selalu berdiri bersama rakyat.
“Seribu lilin yang menyala malam itu tidak hanya sekadar penerang, tetapi menjadi simbol harapan di tengah kegelapan situasi politik dan keamanan, lambang kesadaran kolektif mahasiswa akan pentingnya demokrasi, serta bentuk nyata solidaritas terhadap korban kekerasan aparat,” kata Farell Faiz mengutip dari akun Instagram resmi @km.itb pada Selasa, 2 September 2025.
Dalam orasi yang disampaikan, para mahasiswa mengecam penggunaan gas air mata yang bahkan mengenai pos-pos medis di dalam kampus, dan menuntut evaluasi atas kebijakan keamanan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
Seribu lilin yang menyala malam itu tidak hanya sekadar penerang, tetapi menjadi simbol harapan di tengah kegelapan situasi politik dan keamanan, lambang kesadaran kolektif mahasiswa akan pentingnya demokrasi, serta bentuk nyata solidaritas terhadap korban kekerasan aparat. Kampus harusnya menjadi zona aman, bukan arena konflik.
“Kami mengutuk keras tindakan represif aparat di Bandung. Kampus adalah ruang aman demokrasi, bukan medan tempur,” tegas salah satu orator aksi mahasiswa ITB saat jalannya aksi simbolik itu.
Selain kecaman, ITB juga mengambil langkah antisipasi dengan mengalihkan seluruh kuliah menjadi daring selama sepekan pertama September 2025, sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Nomor 1048/IT1.B04/DA/2025. Kebijakan ini berlaku di semua kampus ITB Bandung, Jatinangor, Jakarta, dan Cirebon, demi menjamin keamanan sivitas akademika.
Latar Belakang Insiden Penyerangan Kampus Unisba & Unpas
Kericuhan bermula sekitar pukul 19.56 WIB saat aparat gabungan melakukan patroli di kawasan Jalan Tamansari, Bandung, guna membubarkan massa yang diduga provokator, melakukan blokade jalan serta pelemparan bom molotov. Polisi berdalih gas air mata ditembakkan di jalan, namun tertiup angin hingga masuk ke area kampus.
Mengutip dari berita.murianews.com, akibatnya, sebanyak 51 orang, mayoritas mahasiswa mengalami sesak napas, iritasi mata, hingga pingsan akibat paparan gas air mata.
Ambulans dilaporkan tidak bisa masuk langsung ke area Unisba, sehingga korban terpaksa dievakuasi secara manual oleh mahasiswa dan relawan dengan cara digendong ke titik evakuasi terdekat di sekitar kampus ITB.
“Banyak yang sesak napas, mata perih, bahkan sampai ada yang pingsan. Ambulans terhalang masuk, jadi kami harus gendong teman-teman keluar,” ujar salah satu relawan medis Unisba, mengutip dari murianews pada Rabu, 3 September 2025.
Polda Jabar juga menyampaikan 10 orang diamankan, termasuk dua yang membawa ganja dan senjata jenis soft-gun pellet.
Hingga saat ini, situasi di kampus Unisba dan Unpas sudah kembali kondusif. Rektor Unpas menyatakan kegiatan akademik kembali berjalan normal meski meninggalkan trauma bagi sebagian mahasiswa.
Namun, kontroversi masih bergulir antara klaim aparat dan kesaksian mahasiswa. Di satu sisi, aparat membantah melakukan serangan langsung; di sisi lain, laporan lapangan menunjukkan adanya puluhan korban luka dan hambatan serius evakuasi medis.
Di media sosial, tagar #ResetIndonesia menjadi trending, bahkan para mahasiswa dan alumni ITB juga mengubah tampilan warna foto profil medsos mereka menjadi pink dan hijau, menandai gelombang solidaritas publik atas dugaan represifitas aparat di kota-kota besar, terutama Bandung.
Tagar itu pertama kali digaungkan oleh sejumlah musisi, lalu meluas ke berbagai kalangan aktivis dan warganet. Di Instagram dan X, atau dulu dikenal Twitter, #ResetIndonesia disebarkan menggunakan template bergambar dengan warna dominan pink dan hijau.
Hero Green melambangkan pengemudi ojek online, terutama Affan Kurniawan, sebagai simbol perjuangan pekerja transportasi daring.
Sementara, Brave Pink melambangkan perempuan yang berada di garda terdepan dalam aksi, salah satunya sosok Ibu Ana. Kedua warna itu menjadi simbol solidaritas dan keberanian rakyat dalam menyuarakan tuntutan perubahan.
Selain itu, Forum Guru Besar ITB juga mengeluarkan sebuah surat pernyataan berjudul “Manifesto Pendidikan” pada rapat pleno, Senin 1 September lalu.
Surat itu berisi poin- poin manifesto yang menekankan lima pokok utama agar Indonesia kembali menata haluan peradaban melalui pendidikan yang berlandaskan akal budi.
Kelima pokok utama Manifesto Pendidikan itu adalah; Pendidikan bermutu & terjangkau, Menjunjung nilai kemanusiaan, Berlandaksan kemerdekaan bernalar, akal budi, Menumbuhkan semangat belajar sepanjang hayat, dan Diselenggarakan dalam bingkai keberagamaan budaya bahari & kepulauan.
Solidaritas mahasiswa, alumni, dan Guru Besar ITB lewat aksi simbolik menjadi penegasan bahwa suara akademisi masih lantang untuk menolak kekerasan dan memperjuangkan ruang demokrasi yang aman di Indonesia.