Guru Besar ITB Keluarkan Manifesto Pendidikan, Kritik Tabiat Menerabas yang Rusak Bangsa

Fachrizal Hutabarat

FORUM Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) resmi mengeluarkan sebuah statement Manifesto Pendidikan yang dibacakan pada Rapat Pleno 1 September 2025. 

Manifesto ini lahir dari keresahan para akademisi atas menguatnya fenomena yang mereka sebut sebagai “tabiat menerabas”, yakni kebiasaan mencari jalan pintas dengan mengabaikan norma, hukum, dan etika demi mencapai tujuan.

Manifesto itu menjelaskan bahwa tabiat menerabas bukan sekadar perilaku individual, melainkan sudah bertransformasi menjadi budaya sosial yang dianggap wajar. 

Fenomena ini tampak dari berbagai bentuk pelanggaran, mulai dari korupsi, penyalahgunaan jabatan, hingga kecurangan akademik. 

“Tabiat ini telah menjadi biang kerusakan bangsa, karena merusak sendi-sendi hukum, tata krama, dan merendahkan integritas pendidikan,” seperti yang diuraikan pada manifesto tersebut, yang diterbitkan di akun Instagram resmi @fgb_itb1920 pada 3 September 2025.

FGB ITB juga menyoroti bahwa perilaku jalan pintas bahkan merambah ke dunia akademik, termasuk dalam proses pengajuan jabatan Guru Besar. 

Ada kasus plagiarisme, pemalsuan dokumen, hingga penggunaan jurnal abal yang mencoreng marwah perguruan tinggi. 

Menurut gagasan yang ditulis dalam manifesto tersebut, hal ini menodai makna Guru Besar sebagai puncak pencapaian akademik dan melemahkan kepercayaan publik terhadap otoritas pendidikan tinggi.

Sebagai jawaban, FGB ITB merumuskan lima prinsip fundamental yang dituangkan dalam Manifesto Pendidikan:

  1. Pendidikan bermutu dan terjangkau yang benar-benar memajukan peradaban.
  2. Pendidikan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  3. Pendidikan yang berlandaskan kebebasan bernalar dan keluhuran akal budi.
  4. Pendidikan yang menumbuhkan semangat belajar sepanjang hayat.
  5. Pendidikan yang diayomi oleh keberagaman budaya nusantara sebagai kekayaan bangsa.


Manifesto ini sekaligus menjadi ajakan reflektif kepada seluruh elemen bangsa untuk mengembalikan pendidikan pada fungsi luhurnya, yakni membangun peradaban dan karakter bangsa. 

Dalam penutupnya, FGB ITB menegaskan bahwa mereka memilih berdiri di “ujung garis depan peradaban” untuk mengawal integritas pendidikan Indonesia. 

Mereka menyerukan agar seluruh masyarakat ikut serta mengayuh bahtera bangsa dengan menjadikan pendidikan sebagai pondasi utama, demi Indonesia yang lebih bermartabat.

Manifesto ini lahir di tengah situasi memanas pasca-penyerangan aparat ke kampus Universitas Pasundan (UNPAS) dan Universitas Islam Bandung (UNISBA) yang melukai puluhan mahasiswa pada Senin malam, 1 September 2025 lalu. 

Insiden penyerangan kampus Bandung yang menyebabkan 51 mahasiswa UNISBA terluka dan akses ambulans sempat tertahan, menjadi bukti bahwa ruang akademik sebagai zona aman sudah tidak lagi dihormati. 

Peristiwa represif itu dinilai sebagai bukti nyata menguatnya budaya “tabiat menerabas” yang merusak sendi hukum, demokrasi, dan ruang akademik di Indonesia.

Lewat manifesto itu, FGB ITB menegaskan bahwa tabiat menerabas bukan sekadar perilaku individu, tetapi telah menjelma menjadi budaya sosial yang dianggap wajar. 

Dari praktik korupsi hingga kecurangan akademik, bahkan kini merambah ke cara aparat menanggapi aspirasi mahasiswa dengan kekerasan. 

“Tabiat buruk inilah yang menjadi dalih bakal segala kerusakan di negara-bangsa ini: dari pelanggaran hukum, korupsi, sampai kecurangan akademik. Tabiat menerabas merupakan penghancur tatanan nilai dan ancaman serius bagi keberlanjutan peradaban,” seperti yang diuraikan dalam manifesto tersebut.

Manifesto Pendidikan FGB ITB pun mempertegas posisi moral kampus: pendidikan harus berdiri di atas nilai-nilai kemanusiaan, bukan kekerasan.

Manifesto Pendidikan FGB ITB disusun oleh sejumlah akademisi terkemuka, di antaranya Prof. Mindriany Syafila (Ketua FGB), Prof. A. Nanang T. Puspito (Sekretaris FGB), Prof. Yasraf Amir Piliang, Prof. Iwan Pranoto, Prof. Djoko Suharto, Prof. Premana Wardayanti Premadi, Prof. Tati Suryati Syamsudin, Prof. Acep Iwan Saidi, serta puluhan guru besar lintas fakultas lainnya di ITB.

Manifesto ini bukan sekadar refleksi, tetapi juga bentuk sikap akademisi ITB terhadap situasi bangsa. Oleh karen itu mereka menyuarakan solidaritas agar kekerasan terhadap mahasiswa tidak lagi terjadi. 

“Mari kita merajut dan bersama mengayuh bahtera peradaban bangsa serta bersimpuh memohon restu Tuhan demi kejayaan bangsa Indonesia esok dan sekarang,” tulis Forum Guru Besar ITB dalam Manifesto, sembari menyerukan agar seluruh masyarakat bersama-sama menjaga martabat pendidikan dan demokrasi Indonesia.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *