Kabinet KM ITB Ikut Aksi Unjuk Rasa ke DPR, Kawal Isi Tuntutan Rakyat 17+8

Fachrizal Hutabarat

KELUARGA Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (KM ITB) menunjukan dukungannya terhadap desakan tuntutan rakyat “17+8” ke pemerintah. 

Lewat dukungan tersebut, KM ITB kemudian ikut melakukan aksi unjuk rasa ke gedung kantor DPR di Senayan pada Minggu, 8 September 2025 lalu. 

Dalam aksi tersebut, sebanyak 40 mahasiswa ITB hadir secara langsung untuk mengawal jalannya aksi massa 17+8 dan bergabung bersama elemen mahasiswa dari berbagai kampus lain dan koalisi masyarakat di Indonesia. Bagi KM ITB, hadir di tengah massa aksi adalah wujud nyata keberpihakan pada aspirasi publik.

“Kami dan kawan-kawan dari universitas lain itu untuk membersamai koalisi masyarakat juga mendesak 17 tuntutan yang hari ini menjadi deadline,” kata Ketua Kabinet KM ITB Farrel Faiz Firmansyah mengutip dari Tempo di DPR, Senayan.

Aksi ini dilakukan untuk menyoroti berbagai persoalan bangsa yang tertuang pada isi 17+18 tuntutan rakyat, mulai dari isu tata kelola pemerintahan, akuntabilitas DPR, hingga tuntutan pemenuhan hak-hak rakyat. 

Isi 17+8 Tuntutan Rakyat

Gerakan “17+8 Tuntutan Rakyat” lahir dari gelombang protes sejak Agustus 2025. Isinya terbagi dua:

  • 17 tuntutan jangka pendek (deadline 5 September 2025) ditujukan ke enam pihak: Presiden, DPR, parpol, Polri, TNI, dan kementerian ekonomi. Di antaranya: tarik TNI dari pengamanan sipil, bentuk tim investigasi independen atas korban kekerasan aparat, bebaskan demonstran yang ditahan, hentikan fasilitas DPR yang dianggap berlebihan, hingga pastikan upah layak bagi pekerja.

  • 8 tuntutan jangka panjang (deadline Agustus 2026) menekankan reformasi struktural: bersihkan DPR lewat audit independen, reformasi partai politik, sahkan UU Perampasan Aset Koruptor, profesionalisasi Polri, kembalikan TNI ke barak, perkuat Komnas HAM, dan tinjau ulang kebijakan ekonomi termasuk UU Cipta Kerja serta proyek strategis nasional.


Sebelumnya, pada 1 September para tokoh influencer merilis 17+8 sebagai tuntutan nasional, menyatukan suara publik dari media sosial dan sektor masyarakat sipil.

Dokumen tuntutan kemudian diserahkan secara langsung ke DPR pada 4 September 2024 oleh rombongan influencer, Abigail Limuria, Andovi da Lopez, Jerome Polin, Andhyta F. Utami, Fathia Izzati, dan Jovial da Lopez. 

Disambut oleh anggota DPR Andre Rosiade (Gerindra) dan Rieke Diah Pitaloka (PDIP) serta ditandatangani sebagai bentuk penerimaan tuntutan.

Demo massal juga dilakukan di sekitar kawasan DPR oleh mahasiswa dan pekerja, dengan tuntutan reformasi menyeluruh dalam politik, ekonomi, dan hak asasi.

Selain kehadiran KM ITB, terdapat pula aliansi mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjadjaran, serta sejumlah perguruan tinggi lain yang membentuk barisan solidaritas lintas kampus. Tidak hanya mahasiswa, kelompok buruh, organisasi masyarakat sipil, hingga aktivis HAM juga ikut turun ke jalan. 

Tindak Lanjut oleh DPR

Menanggapi tuntutan 17+8 tersebut, melalui rapat konsultasi pimpinan bersama fraksi-fraksi ,DPR RI telah mengumumkan enam poin keputusan awal sebagai respons terhadap aksi tersebut. 

  1. Penghentian tunjangan perumahan anggota DPR sejak 31 Agustus 2025.
  2. Moratorium kunjungan kerja luar negeri bagi anggota DPR, kecuali untuk undangan kenegaraan, mulai 1 September 2025.
  3. Pemangkasan tunjangan dan fasilitas seperti listrik, telepon, transportasi, dan komunikasi intensif.
  4. Penghentian hak keuangan bagi anggota DPR yang dinonaktifkan partainya.
  5. Koordinasi MKD dengan mahkamah partai untuk proses penonaktifan anggota.
  6. Penguatan transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi.


Publik menilai langkah ini sebagai respons awal, meski banyak tuntutan, terutama soal HAM, reformasi struktural, dan investigasi independen, masih menunggu tindak lanjut lebih serius.

Latar Belakang Demo Isi Tuntutan Rakyat 17+8

Demonstrasi ini merupakan aksi lanjutan dari tragedi demonstrasi antara 28 Agustus hingga 1 September 2025 lalu. Pada tragedi yang terjadi hampir sepekan tersebut, ribuan buruh, aktivis politik, dan mahasiswa turun ke jalan di Jakarta khususnya di depan gedung DPR dan Istana Negara  pada Kamis, 28 Agustus 2025 lalu. 

Para massa demonstran mengungkapkan kekecewaan besarnya kepada kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro-rakyat. Isu memuncak ketika publik terkejut mengetahui bahwa anggota DPR mendapatkan tunjangan rumah sekitar Rp50 juta per bulan, setara dengan sepuluh kali UMP Jakarta, sebuah ketimpangan signifikan dibandingkan ekonomi rakyat jelata. 

Peristiwa tersebut mengakibatkan gugurnya 10 korban jiwa yang jatuh akibat rangkaian aksi unjuk rasa dan bentrokan di berbagai daerah, mulai dari Jakarta, Manokwari, Makassar, Solo, Jogja, Tangerang, hingga Semarang. 

Salah satu korban yang paling mendapatkan perhatian publik, adalah seorang driver ojol bernama Affan Kurniawan tewas dilindas oleh kendaraan taktis Brimob pada malam harinya di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat. Hal inilah yang memicu kemarahan publik mencapai puncaknya. 

Kematian Affan membuat tuntutan demo tidak lagi sebatas soal kenaikan pajak atau tunjangan DPR, tetapi meluas menjadi seruan “Reformasi Jilid II” yang menuntut pembubaran DPR, audit kekayaan pejabat, serta penghapusan kebijakan yang dinilai menindas rakyat. 

Gabungan kekuatan ini memperlihatkan bahwa tuntutan 17+8 bukan sekadar aspirasi mahasiswa, melainkan suara kolektif dari berbagai lapisan masyarakat yang menuntut pemerintah dan DPR segera melakukan perubahan nyata.

Publik kini menunggu langkah konkret pemerintah dan DPR untuk menindaklanjuti seluruh poin tuntutan, sebab hanya dengan keberanian menjalankan perubahan substansial, kepercayaan rakyat dapat dipulihkan.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *