Strategi Jitu Personal Branding Politik di Era Digital

Fachrizal Hutabarat

Dalam buku yang ditulisnya, Praktisi penjenamaan (branding) politik, Deddy Rahman mengungkap personal branding harus dibangun dari rekam jejak dan kontribusi nyata. Dunia digital juga memiliki peran yang krusial.

Praktisi penjenamaan (branding) politik, Deddy Rahman (FT ‘90) menulis buku berjudul Branding for Public Leaders yang terbit pada Maret lalu. Dalam buku ini, ia berbagi pengalamannya yang lebih dari 10 tahun di bidang penjenamaan dan komunikasi politik. 

“Branding itu bukan tentang seseorang tampil di media atau bagaimana dia mampu memanipulasi opini publik dalam waktu singkat,” kata Deddy saat dihubungi Alumnia, pekan lalu. “Branding yang sesungguhnya harus dibangun dari kepercayaan yang datang dari pengalaman nyata masyarakat terhadap pemimpin tersebut.”

Dalam buku ini, Deddy menjelaskan bahwa pencitraan yang berfokus pada manipulasi citra publik semata mampu bertahan dalam jangka pendek. Sementara penjenamaan yang kuat dan otentik akan bertahan lebih lama dan menghasilkan pengaruh positif yang lebih besar. 

Menurut Deddy, seorang politisi harus mengikuti tahapan political marketing, yaitu dikenal (populer), disukai (likeability), dan dipilih (electability). Tahapan ini harus dibangun secara bertahap dan konsisten bukan instan atau rekayasa semata. 

Salah satu contoh yang ia angkat dalam buku itu adalah kisah anggota legislatif dari Madura yang selama 8 tahun membangun citranya sebagai pembina Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) secara konsisten. 

Deddy menjelaskan bahwa anggota legislatif tersebut aktif mendampingi pelaku UMKM dengan pelatihan, akses pasar dan dukungan moral. “Semuanya dilakukan langsung di wilayah yang minim akses internet,” katanya. Dampaknya, reputasinya tumbuh secara alami lewat kepercayaan dan omongan orang (word mouth marketing). Pendekatan ini membuahkan hasil luar biasa: ia meraih lebih dari 230 ribu suara dalam pemilihan legislatif tahun lalu. 

Kisah ini membuktikan bahwa penjenamaan pribadi bukan sekedar pencitraan, tetapi soal kehadiran otentik, kontribusi nyata dan komitmen jangka panjang. “Kepercayaan masyarakat dapat dibangun lewat tindakan nyata. Ketika waktunya tiba untuk maju dalam politik, masyarakat sudah memiliki hubungan emosional dengan dirinya,” kata Deddy.

Tantangan Mencalonkan Diri di Era Digital

Mengandalkan kehadiran otentik dan kontribusi nyata secara konsisten merupakan keharusan. Tetapi, seorang calon figur publik juga harus memiliki pemasaran politik yang tepat. Terlebih di era digital ketika derasnya arus informasi menjadi tantangan para calon pemimpin publik. “Seorang caleg atau calon kepala daerah harus mampu beradaptasi dengan cepat dan menjaga otentisitasnya,” kata Deddy. 

Dunia digital memungkinkan pesan politik tersampaikan lebih cepat. “Tetapi pesan ini juga bisa hilang dengan mudah dalam hiruk pikuk informasi lainnya,” kata Deddy.

Untuk menghadapi generasi masa depan yang merupakan generasi calon pemilih terbesar seperti Gen Z, Deddy menyarankan para pemimpin membangun penjenamaan pribadi yang relevan. Misalnya dengan menyentuh isu Gen Z seperti persoalan dunia kerja, masuk ke ranah personal seperti membicarakan persoalan kesehatan mental. “Jangan lupa untuk membuat konten-konten receh–yang menggunakan bahasa ringan dan mudah dicerna,” kata Deddy.

Sudah pasti sukses? Belum tentu. “Elemen-elemen ini hanya efektif jika berasal dari nilai dan karakter yang otentik,” kata Deddy. 

Ia berharap buku yang ditulisnya dapat membuat para pemimpin dan calon pemimpin publik untuk mengelola kehadiran digitalnya secara bijak untuk menjaga hubungan yang otentik dan kepercayaan yang tahan lama. Terutama dalam menghadapi era digital yang serba cepat dan penuh disrupsi informasi. 

Sejak 2012, Deddy mendirikan Katapedia dan telah menjadi konsultan berbagai pemilu di Indonesia. Dia pernah menjadi konsultan big data untuk Jokowi-Ahok dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta (2012), Soekarwo-Saifullah Yusuf pada Pemilihan Gubernur Jawa Timur (2013) dan Alex Nurdin-Ishak Mekki pada Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan (2013). 

Deddy merupakan konsultan kampanye digital untuk Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta (2017) dan untuk Gembong Primadjaja dalam Pemilihan Ketua Umum IA-ITB pada 2021. Ia juga menjadi konsultan kampanye digital yang melanggengkan sejumlah anggota legislatif ke perwakilan daerah maupun Senayan.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *