Dari Tigabinanga ke Bandung, Panggilan Pulang di Pemilu IA-ITB 2025

Fachrizal Hutabarat

AGUSTIN Peranginangin (SI ’94) bukan nama baru di tubuh Ikatan Alumni ITB (IA-ITB). Lahir di Tigabinanga, sebuah kampung kecil di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Agustin tumbuh dalam keseharian yang bersahaja: menggembalakan lembu, membantu orang tua di ladang, sembari menyelesaikan pendidikan dasar.

Sejak usia muda, ia terbiasa hidup mandiri. Setelah menyelesaikan SMP, ia melanjutkan SMA ke Kabanjahe, tinggal di kos sendiri, dan mulai mengenal dunia yang lebih luas. Tahun 1994, ia diterima di Institut Teknologi Bandung dan merantau ke kota yang kemudian menjadi rumah kedua baginya.

Saat kuliah, Agustin termasuk mahasiswa yang rutin menunda pembayaran SPP. Bukan karena tidak ingin membayar, tapi memang tak ada yang bisa dimintai bantuan. “Tapi saya sangat menghormati ITB—karena saya tidak pernah ditolak belajar hanya karena tidak mampu bayar. ITB menunjukkan bahwa pendidikan memang untuk semua. Kebijakan itu sudah dijalankan, dan patut terus dipertahankan,” katanya.

Sejak semester tujuh, Agustin sudah memiliki KTP dan Kartu Keluarga sendiri di Bandung. Dari kampung ke kota, dari sawah ke studio perkuliahan, ia membangun jalan hidupnya sebagai insinyur Teknik Sipil ITB. Namun, arah kariernya mengambil jalur berbeda—ke sektor pariwisata.

Bagi Agustin, latar belakang teknik sipil justru sangat relevan ketika ia dipercaya menjadi Direktur Destinasi Pariwisata. “Ada tiga pilar utama dalam pengembangan destinasi: atraksi, akses, dan amenitas,” ujarnya dalam sesi dengan Alumnia, pekan lalu. Ia memahami bahwa jalan, pelabuhan, hingga infrastruktur pendukung seperti homestay adalah bagian penting dari daya tarik wisata.

Setelah lima tahun mengabdi di Kementerian Pariwisata dan melewati masa kerja dengan empat menteri, Agustin dipercaya oleh Menteri Sandiaga Uno menjadi Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Pariwisata (BPOP). Di posisi ini, ia tidak hanya menjalankan fungsi teknis, tetapi juga mengelola organisasi, menyelaraskan kerja lintas direktorat, serta memberdayakan masyarakat melalui pelatihan, kolaborasi CSR, dan kerja sama dengan kampus-kampus.

Pengalaman lintas sektor ini memberinya pemahaman akan pentingnya membangun jejaring yang kuat, pendekatan kolaboratif, serta sistem yang inklusif dan hidup—nilai-nilai yang ingin ia bawa ke IA-ITB. Salah satu pendekatan khas Agustin adalah metode “gelar tikar”—yakni forum informal di mana masyarakat, mahasiswa, dan pemangku kepentingan duduk bersama mencari solusi. Pendekatan kolaboratif inilah yang ingin ia replikasi di IA-ITB.

Hubungan Agustin dengan IA-ITB sudah terjalin lebih dari satu dekade. Ia pertama kali dipercaya menjadi Ketua Kongres IA-ITB pada 2011. Kemudian pada 2016, ia diajak bergabung oleh Ridwan Djamaluddin dalam kepengurusan. Di akhir masa jabatan Ridwan tahun 2021, ia kembali dipercaya memimpin Kongres.

Semua pengalaman itu membuat Agustin merasa memiliki keterikatan emosional dengan organisasi ini. “Silaturahmi dan keterlibatan aktif dalam komunitas alumni sudah menjadi bagian dari hidup saya,” katanya. Bagi Agustin, Kongres IA-ITB 2025 menjadi momentum penting—saat yang tepat bagi generasinya untuk menawarkan diri sebagai pelayan alumni secara formal.

Menurut Agustin, tantangan terbesar IA-ITB hari ini adalah rendahnya partisipasi alumni, lemahnya sistem organisasi, serta terputusnya koneksi antargenerasi. “Kita punya anggota, tapi seperti tak punya organisasi. Kita punya orang hebat, tapi tidak saling terhubung,” ujarnya.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Agustin menekankan pentingnya menghadirkan IA-ITB sebagai organisasi yang bukan hanya administratif, tetapi menjadi rumah kolaboratif bagi seluruh alumni. Gagasan ini ia terjemahkan ke dalam tiga program utama:

Ganesha Circle Ruang interaksi lintas generasi, jurusan, dan daerah. “Saya ini orang yang suka gelar tikar. Ganesha Circle itu adalah ruang tempat semua alumni bisa duduk bersama, ngobrol, dan bersinergi,” katanya. Program ini akan diwujudkan melalui platform digital maupun forum temu alumni secara berkala. Pengurus pusat tidak hanya memantau, tetapi juga memfasilitasi interaksi secara aktif.

Ganesha Boost Mentoring alumni untuk memperkuat sinergi antara alumni senior dan junior. Fokusnya adalah penguatan peran alumni di dunia profesional, industri, dan wirausaha. “Dalam budaya Jawa ada istilah ‘gandeng dan gendong’—menggandeng yang sudah bisa berjalan, dan menggendong yang masih butuh bantuan. Filosofi ini yang ingin kami bawa,” kata Agustin.

Ganesha Care Bentuk kepedulian kolektif alumni terhadap sesama alumni, mahasiswa ITB, dan masyarakat luas. Melalui kampanye “Patungan Ganesha”, alumni dapat berkontribusi dalam bentuk beasiswa, bantuan sosial, dan proyek sosial lainnya. “IA-ITB harus menjadi penggerak empati dan solidaritas,” ujarnya.

Ketiga program ini tidak hanya solusi praktis, tetapi bagian dari mimpi besar: menjadikan IA-ITB sebagai rumah inovasi, jembatan kontribusi lintas generasi, dan penggerak perubahan sosial.

Agustin melihat IA-ITB bukan semata organisasi alumni, melainkan kanal kontribusi alumni ITB untuk bangsa. Dengan mengintegrasikan Circle, Boost, dan Care, IA-ITB bisa menjadi panggung gagasan dan inovasi. “Kita harus menjadi organisasi yang dipercaya, yang mampu menyambungkan lintas generasi, dan menjadi jembatan kontribusi strategis alumni,” ujarnya.

Pengalamannya memimpin BPOB membuatnya terbiasa bekerja lintas sektor. Ia mengajak alumni dari seni rupa, desain, dan desain produk untuk berperan dalam pemberdayaan ekonomi kreatif masyarakat. “Pola kolaborasi semacam ini bisa hidup juga di IA-ITB. Kita bisa sambungkan kembali alumni dengan potensi nyata bangsa,” katanya.

Di tengah tantangan zaman dan besarnya peluang bagi alumni ITB untuk memberi makna, Agustin mengajak seluruh alumni untuk kembali merapat ke rumah besar bernama IA-ITB. “Daftarkan diri sebagai pemilih, kenali para kandidat, dan pilih yang Anda yakini paling mampu melayani alumni,” ujarnya.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *