Alumni ITB Temukan Inovasi Alat USG, Deteksi Kelainan Janin Hanya dengan 6 Kali Gesekan

Fachrizal Hutabarat

SEKELOMPOK alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menciptakan inovasi teknologi di bidang kesehatan berupa  alat Ultrasonography (USG) portabel berbasis Kecerdasan Buatan (AI), dirancang khusus sebagai “mata” tambahan bagi bidan desa dalam mendeteksi kondisi janin.

Inovasi ini mampu mendeteksi potensi kelainan janin hanya dengan enam kali gesekan (sweep). Temuan ini dinilai dapat menjadi terobosan penting dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya di daerah dengan keterbatasan tenaga medis dan peralatan diagnostik.

Menurut Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan, dr. Azhar Jaya, alat ini berpotensi besar membantu tenaga medis di lapangan. 

“Ini yang dari ITB nih, ya. Jadi dengan alat ini dengan enam kali gerakan, maka dia bisa mendeteksi kelainan, apakah ibu ini perlu dirujuk atau tidak ke fasilitas yang lebih tinggi. Ini alatnya karya anak bangsa, dari alumni ITB,” ujarnya kepada wartawan ditemui di Hotel JW Marriot, Jakarta Selatan, Minggu 5 Oktober 2025 mengutip dari situs malang.disway.id. 

Artinya, alat ini bisa menjadi solusi efisien untuk memperkuat sistem skrining awal kehamilan berisiko tinggi, terutama di fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas.

Teknologi AI yang tertanam pada perangkat ini bekerja dengan algoritma cerdas yang dapat mengidentifikasi dan mengukur anatomi janin secara otomatis. Proses ini meliputi:

  • Ekstraksi Data Biometrik Otomatis: AI secara cepat dan akurat mengukur parameter penting janin (seperti Lingkar Kepala, Panjang Crown-Rump, dan Heart Rate) dalam setiap pemindaian.
  • Analisis Potensi Kelainan: Berdasarkan data dari enam sweep (gesekan) singkat, sistem AI akan membandingkannya dengan data normatif untuk mendeteksi adanya potensi kelainan struktural atau risiko komplikasi kehamilan.
  • Konsistensi Pemeriksaan: Dengan bantuan AI, hasil pemeriksaan menjadi lebih konsisten, mengurangi variasi diagnosis antar dokter atau petugas medis.


Hasil pemindaian kemudian dibandingkan dengan data normatif untuk mendeteksi adanya potensi kelainan struktural sejak dini. 

Proses pemeriksaan yang biasanya memakan waktu lama kini bisa dilakukan jauh lebih cepat, cukup dengan enam kali gerakan pemindaian di area perut ibu hamil.

Keunggulan lain dari alat ini adalah kemudahan penggunaannya. Tidak seperti USG konvensional yang memerlukan dokter spesialis, alat ini dapat dioperasikan oleh bidan atau tenaga kesehatan dasar. 

Dengan dukungan AI, hasil pemindaian otomatis dianalisis secara instan, sehingga membantu mempercepat proses diagnosis awal tanpa mengorbankan akurasi.

Temuan Diharapkan jadi Solusi di Daerah 3T

Selain itu, inovasi karya alumni ITB ini diharapkan memberi dampak besar bagi daerah terpencil dan minim fasilitas medis, di mana deteksi dini kelainan janin sering kali terlambat dilakukan karena keterbatasan peralatan atau tenaga ahli. 

Pemeriksaan cepat ini dapat meningkatkan peluang keselamatan ibu dan bayi, sekaligus mengurangi angka kematian maternal dan neonatal.

“Salah satu tantangan terbesar adalah minimnya tenaga ahli kebidanan di daerah terluar. Dengan teknologi AI ini, kami berharap bisa membantu menyelesaikan permasalahan tersebut,” kata M. Nurfaldi Rosal, Co-Founder hiff.ai, sebagai salah satu tim pengembang ITB pada Minggu, 5 Oktober 2025.

Saat ini, tim pengembang dari alumni ITB tengah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan sejumlah lembaga terkait untuk menyelesaikan uji klinis serta memperoleh izin edar resmi

“Dan tentu saja pemerintah nanti akan memberikan penghargaan ya terhadap karya anak bangsa, inovasi-inovasi yang dia lakukan ya. Semoga itu nanti jadi patennya mereka dan pemerintah quote unquote bisa membeli itu. Tapi biayanya kalau menurut saya sih cukup murah ya. Mudah-mudahan bisa cukup murah ya, sehingga bisa langsung dipatenkan,” kata dr. Azhar.

Setelah melewati tahap tersebut, alat ini diharapkan dapat segera diproduksi massal, dipatenkan, dan digunakan di berbagai fasilitas kesehatan di Indonesia.

“Ya, tadi saya challenge ya teman-teman dari ITB ya, supaya dia berkolaborasi terus dengan alat-alat kesehatan yang ada di Indonesia, sehingga apa yang mereka lakukan tuh bisa embedded ya, bisa matching dengan peralatan yang ada di Puskesmas, sehingga itu bisa langsung di-deploy,” lanjut dr. Azhar Jaya.

Terobosan ini menjadi bukti nyata kontribusi alumni ITB dalam menjawab tantangan dunia medis dengan solusi berbasis teknologi. 

Kolaborasi antara sains, kecerdasan buatan, dan empati sosial menghasilkan inovasi yang tak hanya memudahkan tenaga kesehatan, tetapi juga berpotensi menyelamatkan banyak nyawa ibu dan bayi di Tanah Air.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post