Banjir Bekasi tidak disebabkan oleh satu faktor tunggal. Dampak cuaca ekstrem dan perubahan tata guna lahan.
Banjir Bekasi yang terjadi pada awal Maret lalu berbeda dengan banjir yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, banjir yang merendam wilayah Kota Bekasi jauh lebih meluas. Pakar Klimatologi Erma Yulihastin (GM ‘97) mengungkap faktor cuaca ekstrem menjadi salah satu penyebab Banjir Bekasi.
“Hujan dini hari terjadi di Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, yang merupakan efek penjalaran konveksi dari Lampung. Peningkatan hujan di Sumatera berkaitan dengan pertumbuhan bibit vortek Samudra Hindia. Kondisi ini akan persisten hingga dasarian 1 Maret,” kata Erma dalam akun X resminya @EYulihastin pada Selasa 4 Maret 2025.
Erma menjelaskan bahwa pertumbuhan bibit vorteks di Samudra Hindia memicu konvergensi udara lembab di wilayah barat Indonesia. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya awan hujan dalam jumlah besar, terutama di Sumatera bagian selatan seperti Lampung. Awan-awan tersebut kemudian terdorong oleh angin menuju timur melewati perairan Selat Sunda dan menuju Pulau Jawa.
Akibatnya, terjadi penjalaran konveksi dari Lampung yang menyebabkan pergerakan awan hujan dari wilayah Lampung menuju daerah lain, seperti Jakarta dan sekitarnya.
Sebelumnya, Erma mengaku telah memperingatkan potensi cuaca ekstrem selama 10 hari pertama Ramadan. “Sudah saya ingatkan pada 28 Februari lalu mengenai waspadai cuaca ekstrem selama 10 hari pertama Ramadan,” katanya.
Ia menekankan bahwa curah hujan yang tinggi di dan berlangsung terus-menerus di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, mulai dari Bogor hingga Jakarta, dapat menyebabkan meluapnya air sungai dan berisiko menimbulkan banjir besar.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menjelaskan perubahan lingkungan juga berkontribusi terhadap parahnya dampak Banjir Bekasi. Menurut Dwikorita, intensitas curah hujan saat banjir pada awal Maret ini tidak setinggi tahun 2020. Namun, genangan yang muncul justru lebih parah.
“Bekasi itu curah hujannya jauh lebih rendah daripada 2020. Bekasi curah hujannya sekitar 103-141 mm per hari. Sebelumnya, tahun 2020 itu 236 mm per hari,” kata ujar Dwikorita dalam rapat kerja di DPR RI, seperti dikutip Kompas, Selasa (11/ 3/2025).
“Jadi ini menunjukkan bagaimana lingkungannya yang telah berubah, dan barangkali juga tata kelola airnya,” ujarnya. Ia mengingatkan pentingnya evaluasi tata kelola air dan penataan wilayah untuk menghindari dampak banjir yang semakin buruk. Ia juga mengimbau agar pemerintah dan masyarakat lebih waspada terhadap daerah yang berpotensi terdampak meskipun curah hujan tidak tinggi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa curah hujan tinggi akan terus berlanjut hingga 20 Maret 2025. Masyarakat pun diminta bersiap dengan curah hujan yang tinggi pada dua hari pertama Hari Raya Idul Fitri.