Belum Selesai Masalah Gaji, Birokrasi Berbelit Kembali Bikin Dosen ITB Makin Sulit

Fachrizal Hutabarat

Sumber: itb.ac.id

Sistem birokrasi pendidikan tinggi di Indonesia kembali mendapat kritikan. Belum usai polemik rendahnya gaji dosen Indonesia yang menempati urutan terbawah di Asia Pasifik, kini seorang Dosen ITB lainnya kembali mencurahkan isi hatinya di medsos terkait keluhan kepada perubahan kebijakan baru (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi) DIKTI yang dinilai tidak transparan dan merugikan akademisi.

Keluhan tersebut disampaikan oleh Dr. Hendhy Nansha M.Sn (KR’02), selaku dosen dari Program Studi Kriya, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Dirinya mengeluhkan  perubahan kebijakan DIKTI yang berdampak pada tertundanya kenaikan jabatan mereka. 

“Saya mengajukan kenaikan jabatan sejak September 2023, tapi baru diproses setahun kemudian. Setelah lama menunggu, saya justru dinyatakan tidak lolos karena sistem SISTER menandai saya Tidak Memenuhi (TM) hanya karena kelebihan 1,45 SKS.” 

“Ironisnya, data ini tidak muncul di sistem yang bisa kami akses, sehingga kami tidak bisa memperbaikinya,” ungkap Hendhy Nansha atau yang akrab dipanggil Dede Edun lewat akun Instagramnya @dede.edun pada Sabtu, 15 Februari 2025.

Menurut Hendhy, hal ini sangatlah merugikan dirinya karena ia harus menunggu selama 4 semester berturut-turut lagi untuk naik ke jenjang selanjutnya.

“Saat ini, saya berharap TM tersebut dapat diperbaiki dalam periode revisi beberapa minggu ke depan. Jika tidak bisa, maka saya harus mengurus ulang di tahun 2026, yang berarti harus menunggu 4 semester berturut-turut lagi. Akibatnya, TMT saya akan rugi 2 tahun untuk jabatan fungsional berikutnya.” Kata Hendhy mengutip dari Akun Instagramnya.

Tak hanya dirinya sendiri, sang istri yang juga berprofesi sebagai dosen mengalami masalah serupa. Ia mengajukan kenaikan jabatan sebelum memulai studi S3, tetapi kemudian dinyatakan tidak lolos karena statusnya yang sedang tugas belajar. 

Padahal, pengajuan kenaikan jabatannya sudah disetujui sebelum aturan tersebut diberlakukan. Parahnya, di kampus tersebut bukan hanya istrinya saja, melainkan 3 dosen lain juga mengalami nasib yang serupa.

“Lalu, baru saja terjadi hal yang sama pada istri saya, yang juga seorang dosen. Tiba-tiba, ia mendapat telepon dari bagian kepegawaian kampus, yang memberitahukan bahwa ia juga tidak lolos ke jabatan berikutnya. 😢.”

“Alasannya, LLDIKTI 4 membatalkan karena ditemukan status tugas belajar di akun SISTER-nya. Padahal, ia mengajukan kenaikan jabatan pada 14 Juni 2024, dan baru mulai studi S3 (tugas belajar) pada 1 September 2024.”

“Yang aneh, kenaikan jabatan sudah disetujui pada 14 Januari 2025, dengan proses PAK pada 15 Januari 2025. Namun, pada 16 Januari 2025, tiba-tiba hasil revisinya berbunyi: USULAN TIDAK DAPAT DIPROSES.”  Kata Hendhy mengutip lewat postingan di akun Instagramnya pada Senin, 17 Februari 2025.

Hendhy menilai, perubahan kebijakan yang terjadi tidak disosialisasikan dengan baik dan justru menghambat perkembangan karier dosen yang sudah mengabdikan diri untuk pendidikan. 

Upaya Penyelesaian Masalah Tidak Menemukan Solusi

Ia pun mengkritik keras kepada pihak terkait yang mengatur kebijakan tersebut agar lebih berpihak kepada akedemisi yang telah dirugikan lewat miskomunikasi ini. Ia pun dan pihak FRSD ITB telah berupaya untuk mencari solusi ke pusat, namun tidak jalan keluar yang jelas. 

“Nah,  kenapa  ini  justru  malah  tidak  ada  bantuan  sama  sekali  gitu  di  sisi  ini.  dekan kami  sudah  berusaha  ke  pusat,  tapi  ternyata  tidak,  tidak  bisa  dibantu  sama  sekali.  Itu  sih  yang  membuat  saya  kecewa.” Kata Dede ketika dikonfirmasi oleh Alumnia pada Selasa, 18 Februari 2025. 

“Karena dengan kondisi ini, saya harus menunggu sekitar 1,5 hingga 2 tahun lagi untuk mengumpulkan BKD selama 4 semester berturut-turut. Hal ini terjadi karena pada semester sebelumnya saya gagal memenuhi syarat.”

“Jadi, saya harus mengulang pengumpulan BKD (Beban Kerja Dosen) selama 4 semester ke depan. Akibatnya, saya merasa sangat dirugikan. TMT (Terhitung Mulai Tanggal) saya otomatis tertunda, yang berarti saya kehilangan 2 tahun untuk bisa naik ke jenjang berikutnya.”  Kata Dede ketika dikonfirmasi oleh Alumnia.

Saran Hendhy untuk Perbaikan Sistem Peraturan DIKTI

Peraturan DIKTI banyak terus berubah tanpa kejelasan. Menurut Hendhy hal Inilah yang disesalkan oleh banyak dosen. Seharusnya, masukan dari para dosen dan rekan-rekan dipertimbangkan dengan lebih bijak. 

Jika memang ada peraturan baru, maka dosen-dosen yang sudah dalam proses pengajuan kenaikan jabatan seharusnya tetap diproses terlebih dahulu. Bisa diberikan tenggat waktu, misalnya satu atau dua tahun, sebelum aturan baru mulai diterapkan sepenuhnya agar ada kejelasan dan keadilan dalam transisi kebijakan.

“ Nah,  harusnya,  masukkan  dari  para  dosen,  dari  temen -temen,  harusnya  seandainya  memang  ada  peraturan  baru,  orang -orang  yang  sedang  berproses  itu  harusnya  diproses  dulu.  Dikasih,  dikasih  tenggat  misalnya  1  tahun,  2  tahun,  baru  itu  diaplikasikan.  Kan  gitu  harusnya.”

Namun, dengan sistem seperti ini, justru terlihat bahwa tidak ada perhatian terhadap kesejahteraan SDM dosen. Artinya, hak-hak sebagai dosen untuk mengajukan kenaikan jabatan tidak terlindungi. Masalahnya, aturan yang mereka buat justru berlaku surut, yang jelas-jelas merugikan dosen.

Bahkan, Hendhy menceritakan bahwa pernah ada dosen kenalannya yang sedang mengurus kenaikan ke profesor, tetapi akhirnya gagal. Padahal, ia hanya punya waktu satu tahun lagi dan sudah mengajukan pada 2023 bersamaan dengan dirinya. Namun, karena di tahun itu tidak ada pengajuan yang dibuka, ia kehilangan kesempatan.  

Banyak Akademisi Alami Kendala yang Sama Akibat Birokrasi DIKTI

Postingan Hendhy di akun Instagramnya itu kemudian mendapatkan banyak sekali respons dari para netizen yang berprofesi sebagai dosen yang juga mengeluhkan hal senada seperti dialami dirinya. 

Pada postingan yang diberi 1,508 likes tersebut, rekan sejawat Hendhy yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) @panji_wisesa berujarLah kok mirip ya dengan masalah beasiswa BPI 2024 . Ribuan calon dizalimi.”

“Mungkin nasib kita kurang lebih sama. Saya merasa empat tahun ini sia-sia dalam mengurus kenaikan jabatan. Berkas yang saya sertakan mencakup kinerja sejak 2018, sehingga dalam enam tahun mengabdi dengan belasan publikasi—tiga di antaranya di jurnal internasional bereputasi—saya hanya mendapat angka kredit sekitar 100 poin. Rasanya seperti enam tahun bekerja, tetapi tidak dianggap. By the way, kita ternyata berada di wilayah yang sama.” Kata akun @travelwithmi.id.

“Sementara hal senada juga diujarkan oleh akun @yuanita_setyaSenasib. Mengajukan LK 700 di 2023, sudah di review dikti. Ada revisi reviewer pusat bahwa ada link jurnal yg tidak bisa dibuka. Namun tidak bisa dan diberi kesempatan revisi karena sistem ditutup untuk perubahan kebijakan. Dan kepegawaian univ tidak dapat membantu menanyakan jalan keluarnya ke dikti hanya diminta menunggu kebijakan baru 2024.”

“Ketika kebijakan baru muncul, ternyata harus diulang dan hanya bisa mengajukan kembali LK400. Hilangkah berbagai kum sekian ratus. Dan hingga 2025 bolak balik diganti kebijakannya, bolak balik menyesuaikan kebijakan baru yg entah mengapa diberlakukan pada yg sudah mengusulkan periode sebelumnya.”

“sudah diajukan kembali dari pertengahan 2024 namun ketika akhir tahun ada aturan baru lg, diminta mengulangi lagi. Sampe 2025 ini ngga ngerti lagi apa lg yg dirubah.. pasrah aja lah.. sudah lelah dan tidak ada energi untuk kecewa…”

Lahhh saya juga kena ini, akhirnya S3 dah, cape banget sama urusan administrasi yg gak beres kayak gini.. Ketunda gegara aturan, eh seor data juni 2024, baru diproses pas desember 2024..😂 Sekarang ditunda karena ada syarat yg kurang, permintaan revisi dikejar2 mereka eh malah belum dilanjutkan sekarang lucu emang 😂😂😂.” Kata akun @rezkynoorhandy.

Kemudian, akun @asosiasidosenmudaindonesia ‘mencolek’ beberapa pihak lain di DIKTI yang bertanggung jawab atas peristiwa diatas sebagai bentuk sindiran agar masalah ini segera diperbaiki. “Semoga segera keluar PROGRAM DOSEN MERDEKA Juga, bukan hanya kampus atau mahasiswa yang ingin Merdeka tapi DOSEN-DOSEN Di indonesia Juga DEMIKIAN, @gerindra @kemdiktisaintek.ri @prabowo @prof.stellachristie.”

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak DIKTI mengenai polemik ini. Namun, para akademisi ITB berharap ada evaluasi terhadap sistem pendidikan yang ada agar dunia pendidikan Indonesia tidak semakin dirugikan oleh ketidakteraturan administrasi dan berakibat tertinggalnya kualitas pendidikan Indonesia di antara negara-negara lainnya.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *