Kala Buku Anak Semanis Gulali

Mutiara Sidharta

Inovasi fitur teknologi, strategi tersegmentasi, dan sentuhan personal ala Gulalibooks menembus pasar buku anak yang kompetitif. Membaca jadi lebih menyenangkan.

SELEPAS pulang dari Big Bad Wolf Book Sale 2017, Fauzia Puspa Lestari (FI ‘10) baru menyadari bahwa kebutuhan pribadi bisa jadi peluang bisnis. Saat itu, ia hamil anak pertamanya dan ia kesulitan menemukan buku anak Islami berbahasa Indonesia yang kualitasnya setara dengan produk impor di pekan buku murah itu.

Ia lantas mengajak suaminya, Muldani Dwi Badrianto (FI ‘10), untuk menerbitkan buku. Walau awalnya tidak diniat-kan untuk menjadi bisnis yang serius, Gulalibooks—penerbit yang mereka dirikan—kini berkembang dan menjadi sumber pencaharian utama. Muldani memutuskan keluar dari pekerjaannya di Tangerang untuk bisa membesarkan usaha ini pada 2018.

Kini, tujuh tahun sejak buku pertama mereka diterbitkan, Gulalibooks tak hanya bertahan ditengah persaingan industri penerbitan anak yang ketat, langkah mereka juga kian mantap. Pada Februari 2025, Gulalibooks memenangkan kategori Home Decor and Craft dalam ajang Pengusaha Muda BRILiaN. Kompetisi ini tak sekadar memberi pengaku-an, tapi juga jaringan, pelatihan, dan akses pembiayaan 0%—faktor yang penting untuk akselerasi bisnis UKM.

“Pesaing kami bukan penerbit lain, tapi gadget,” kata Muldani. “Kami harus menciptakan buku yang cukup menarik supaya anak-anak lupa pada layar. Salah satunya dengan fitur teknologi interaktif.”

Menurut para juri kompetisi tersebut, Gulalibooks memiliki pendekatan produk yang khas: interaktif, Islami, dan edukatif. Nilai jual buku anak kini bukan lagi soal halaman penuh warna atau kertas tebal antirobek. Gulalibooks membawanya selangkah lebih maju dengan sentuhan teknologi berupa buku bersuara yang mengintegrasikan pengalaman multisensori untuk pembaca usia dini.

Ada buku yang melantunkan surat pendek, bacaan doa harian hingga lagu-lagu daerah populer dalam aransemen yang ceria. Ada juga buku yang berubah warna ketika basah. Ilustrasi yang menggemaskan dengan warna cerah turut menjadi daya pikat tersendiri. Fauzia dan Muldani berharap buku bukan sekadar media membaca, tapi juga teman bermain yang bisa mengalihkan perhatian mereka dari layar gawai.

Produk seperti ini adalah hasil dari perpaduan kreativitas dan ketelitian teknis. Salah satu produk unggulan mereka, Impian Terbaik, memuat murottal Juz 30 yang dilantunkan Ustaz Muzammil Hasballah (AR ‘11). Sebuah daya tarik besar bagi orang tua yang ingin mengenalkan Al-Qur’an sejak dini.

Di balik produk yang tampak manis dan menggemaskan, proses penerbitannya justru jauh lebih kompleks daripada buku biasa. Untuk membuat buku bersuara, mereka perlu menggelar audisi membaca doa dengan suara anak-anak agar sesuai dengan target pembaca.

Tak jarang, rekaman harus diulang untuk memastikan bacaan tepat dan kualitas suara jernih. Semuanya dikerjakan mandiri. Ini belum termasuk persoalan teknis menempatkan fitur ini dalam buku.

Namun, perjalanan awal bisnis buku ini tak mulus. Buku pertama mereka, Terima Kasih Ya Allah yang lahir dari kantong pribadi sebesar Rp100 juta, nyaris tak dilirik pasar. Pada bulan-bulan awal, penjualan buku bersuara yang melantunkan enam doa Islami sehari-hari ini hanya terjadi di lingkaran teman dekat.

Kuncinya datang dari strategi akar rumput. Mereka mulai menyasar pelaku jastip dan membuka dialog dengan reseller. “Dari situ kami belajar banyak. Cara menjual, cara mende-ngarkan pelanggan,” ujar Fauzia yang juga dosen di Prodi Fisika ITB.

Dari baterai yang mudah lepas, kini buku mereka hadir dalam versi baterai isi ulang dan bergaransi. Gulalibooks pun menjadi pionir layanan purnajual untuk buku anak, sesuatu yang belum lazim di pasar domestik.

Untuk menjangkau lebih banyak anak Indonesia, mereka memperluas lini bisnis. Little Creator menjadi subandalan di kategori alat seni. Sementara itu, Nabung Kids hadir untuk literasi finansial anak. Dengan pendanaan dari ITB, mereka juga menerbitkan Jelajah Angkasa, buku augmented reality (AR) sains yang terbit terbatas dan beredar di beberapa SDN di Bandung.

Kolaborasi dengan Toko Gumi di Yogyakarta dan rencana ekspansi bersama Sarinah membuktikan bahwa jalur alternatif bisa lebih menguntungkan. Gulalibooks tengah menjangkau pasar luar negeri. Buku mereka akan hadir di Kuala Lumpur International Book Fair 2025, menandai langkah konkret menuju pasar internasional.

Dari sisi operasional, proses produksi satu buku bisa memakan waktu 6–8 bulan. Karena itu, Fauzia dan Muldani berbagi tugas. Fauzia yang sempat bercita-cita menjadi penulis menggodok konsep cerita serta melakukan riset yang melibatkan psikolog anak dan ustad, sedangkan Muldani lebih berperan di bagian bisnis. Setiap menggarap judul baru, Fauzia juga menjaring kebutuhan pasar dengan bertanya kepada reseller dan lingkaran pertemanannya.

Sementara itu, Muldani fokus membangun jaringan dan sistem bisnis. Prapesan menjadi indikator validasi pasar. Judul Yuk, Belajar Sholat misalnya, meraih 13.000 prapesan hanya di cetakan pertama.

Gulalibooks beberapa kali berkolaborasi dengan pihak lain, dalam bentuk penjualan, pemasaran, maupun pembuatan produk. Buku Indonesiaku, hasil kolaborasi dengan Mizan misalnya, mengajak anak-anak mengenal enam lagu daerah populer lengkap dengan musiknya. Ini ibarat oase di tengah gempuran lagu anak berbahasa asing.

Ada juga dua buku yang menggunakan karakter Nussa dan Rara, hasil kolaborasi dengan Little Giantz yang dulu memegang properti intelektual dua karakter tersebut. Hing-ga saat ini, Gulalibooks telah menerbitkan tak kurang dari 42 judul buku.

Tahun lalu, Gulalibooks mencatat omzet Rp3,8 miliar. Target mereka tahun ini adalah Rp6 miliar—ambisi yang tak berlebihan jika melihat performa mereka di berbagai kompetisi. Setelah memenangkan BRILiaN, mereka menyabet juara ketiga di Kompetisi Modal Pintar 2024 dari XL Axiata dan terpilih sebagai salah satu “juragan” dalam program Juragan Jaman Now Metro TV.

Menariknya, semua pencapaian ini dibangun tanpa investor eksternal selama lima tahun pertama. Seluruh modal berasal dari penjualan dan pengelolaan kas yang hati-hati. Gulalibooks adalah contoh nyata bagaimana bisnis kecil bisa tumbuh besar dengan kejelian membaca peluang, konsistensi inovasi, dan pendekatan pasar yang adaptif.

Di tengah kesibukan membesarkan dua anak, Fauzia dan Muldani terus merancang masa depan Gulalibooks. Salah satu rencana ke depan adalah produk buku yang bisa dipersonalisasi. “Kami ingin memberi ruang bagi orang tua untuk menghadirkan kenangan personal lewat buku. Yang betul-betul terasa ‘ini dari aku untuk kamu’,” ujar Fauzia.

Pada akhirnya, Gulalibooks bukan hanya soal bisnis. Ini adalah upaya menghadirkan momen-momen hangat di keluarga Indonesia—satu halaman demi satu halaman.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post