Kemacetan di Tanjung Priok, Warga Siap Ajukan Class Action

Fachrizal Hutabarat

Macet total di Tanjung Priok diduga akibat gagalnya sistem antarinstansi dan kelalaian Pelindo mengantisipasi lonjakan logistik. Warga terdampak bisa ajukan class action.

KEMACETAN lalu lintas di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok bukan pemandangan langka. Namun, kemacetan akut di sekitar pusat aktivitas bongkar muat pada 16-17 April 2025 itu berbeda dari kemacetan yang pernah terjadi sebelumnya. Deretan truk, kontainer, kendaraan berat hingga mobil pribadi diam tak bergerak di jalanan. Fenomena itu berlangsung selama 24 jam penuh, mencapai puncaknya pada 17 April 2025.

Pada saat itu, antrian kendaraan memanjang hingga 8 kilometer bahkan mencapai 15 kilometer di ruas Tol Wiyoto Wiyono. Kondisi ini mengganggu seluruh sistem lalu lintas di sekitar pelabuhan. Jalanan macet total, empat pintu keluar tol terhalang, dan arus logistik yang vital pun terhambat. 

Dampaknya bukan hanya terasa di jalan raya, tetapi juga merembet ke sektor ekonomi yang mengalami kerugian luar biasa. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memperkirakan kerugian akibat kemacetan ini mencapai Rp 120 miliar, dengan pelaku logistik dan pengusaha truk menjadi yang paling dirugikan. Selain kerugian finansial, dampaknya juga menghantam efisiensi industri yang selama ini bergantung pada kelancaran distribusi barang.

Namun, di balik angka-angka kerugian itu, ada suara-suara yang mulai terdengar lantang dari warga Koja, Jakarta Utara—terutama mereka yang merasakan dampak langsung dari kemacetan ini.

Ramdansyah, pengamat sosial dan pendiri Rumah Demokrasi yang juga warga Koja, menceritakan betapa beratnya dampak yang dirasakan warga. “Ada yang terjebak macet sampai 6 hingga 8 jam. Bahkan ambulans pun tidak bisa lewat. Kami terpaksa membawa pasien dengan ranjang darurat ke rumah sakit. Ini bukan hanya soal kenyamanan, tapi keselamatan dan nyawa,” ujar Ramdansyah.

Kekhawatiran warga semakin mendalam karena dampak psikologis dan fisik yang timbul. Mereka yang biasanya bergantung pada kelancaran arus lalu lintas kini harus menghadapi ketidakpastian yang berlarut-larut. Bagi mereka, kemacetan ini lebih dari sekadar gangguan; ini soal kualitas hidup yang terganggu dan rasa aman yang hilang. “Kami sudah di ambang batas. Ini harus segera diselesaikan,” tambah Ramdansyah.

Ramdansyah mengatakan masalah utama terletak pada ketidakterpaduan sistem antarinstansi. Setiap lembaga memiliki sistemnya sendiri-sendiri, tanpa adanya koordinasi yang efektif. Hal ini menyebabkan kemacetan yang seharusnya bisa dihindari menjadi tak terkendali. “Setiap instansi harus memiliki sistem yang saling terhubung. Tanpa integrasi dan koordinasi, kita akan terus menghadapi masalah yang sama,” katanya.

Melihat dampak besar yang dirasakan, Ramdansyah bersama Aliansi Jakarta Utara Menggugat (AJUM) berencana mengajukan gugatan class action terhadap Pelindo. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2002, warga yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi secara kolektif. Dua syarat utama untuk gugatan ini sudah terpenuhi: pertama, Pelindo sebagai pihak yang bertanggung jawab, dan kedua, masyarakat Koja sebagai korban langsung dari kejadian ini.

“Jika warga Koja bersatu dan menggugat, kekuatan hukum kita akan sangat besar. Kami sudah mulai berkoordinasi dengan berbagai aliansi dan asosiasi masyarakat Jakarta Utara, dan juga sudah mengadakan diskusi daring dengan Gubernur Pramono Anung,” kata Ramdansyah. Saat ini, warga Koja sedang dalam proses menyusun tuntutan ganti rugi, mengumpulkan dokumen, dan bukti-bukti. 

Mereka berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan dan agar kepentingan mereka, sebagai warga yang tinggal dekat pelabuhan, tidak lagi terabaikan. “Kami berharap agar sistem logistik lebih terintegrasi dan transparan. Kami ingin memastikan bahwa kelancaran distribusi barang tidak harus mengorbankan kesejahteraan masyarakat sekitar,” katanya.

Warga Koja dan pihak terkait kini berjuang untuk memastikan bahwa kemacetan seperti ini tidak terjadi lagi. Dengan menggugat, mereka berharap bisa membawa perubahan yang nyata, tidak hanya untuk kepentingan mereka, tetapi juga bagi masa depan pengelolaan pelabuhan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *