Rektorat ITB Siap Buka Komunikasi Agar Polemik Dualisme IA-ITB Tuntas

Fachrizal Hutabarat

Rektorat ITB mendesak dualisme kepengurusan IA-ITB segera diakhiri melalui penyelesaian berbasis AD/ART agar organisasi alumni kembali bersatu dan berkontribusi optimal bagi almamater.

REKTORAT Institut Teknologi Bandung (ITB) meminta agar polemik dualisme kepengurusan Ikatan Alumni ITB (IA-ITB) segera diselesaikan demi menjaga marwah organisasi alumni. 

Permintaan ini disampaikan Wakil Rektor ITB bidang Komunikasi, Andryanto Rikrik Kusmara, menyusul berlarutnya perselisihan antara dua kubu kepengurusan sejak 2021.

“ITB mendukung penuh kegiatan alumni selama dijalankan sesuai dengan hukum dan AD/ART organisasi. Dualisme ini harus segera dituntaskan supaya energi alumni bisa diarahkan ke hal-hal yang konstruktif,” ujar Andryanto Rikrik Kusmara selaku Wakil Rektor bidang Komunikasi ITB mengutip dari situs bandung.bisnis.com pada Senin, 28 Juli 2025.

Pihak rektorat menyebut telah membuka komunikasi dengan kedua kubu yang terlibat, baik kepengurusan hasil KLB Savoy Homann yang dipimpin Akhmad Syarbini maupun kepengurusan IA-ITB 2025-2029 baru di bawah Agustin Peranginangin. 

Rektorat juga siap menampung aspirasi dari IA-ITB kepemimpinan Akhmad Syarbini. “Saya sudah diminta rektor untuk mendengar pendapat dan keinginan para alumni, jangan sampai polemik ini berlarut-larut,” kata Rikrik.

Rikrik juga berharap ketika polemik dualisme ini berakhir, seluruh alumni ITB dapat bersatu dan memperkuat jejaring para mahasiswa serta memperluas kolaborasi kampus dengan dunia luar.

Menurut Rikrik, ITB menekankan pentingnya peran alumni yang kini mencapai lebih dari 170.000 orang untuk bersinergi dalam memberi kontribusi nyata kepada almamater dan bangsa. 

“Potensi sebesar ini akan lebih optimal bila semua pihak kembali ke AD/ART dan bersatu membangun organisasi alumni,” kata Rikrik.

Dengan pernyataan ini, rektorat berharap polemik yang sudah berlangsung hampir empat tahun bisa segera menemukan jalan keluar yang sah secara konstitusi dan memulihkan keutuhan IA-ITB sebagai wadah alumni resmi.

Sebelumnya, polemik dualisme kepemimpinan di tubuh Ikatan Alumni ITB (IA-ITB) saling mempertanyakan keabsahan struktur dan aktivitas organisasi yang kedua kubu itu jalankan selama empat tahun terakhir.

Perseteruan ini melibatkan dua kubu: satu dipimpin oleh Akhmad Syarbini yang terpilih melalui KLB di Hotel Savoy Homann pada April 2021.

Sedangkan satu lagi oleh Gembong Primadjaja yang terpilih dari hasil Kongres X pada April 2021 lalu menggantikan Ketum IA-ITB sebelumnya, Ridwan Djamaluddin.

Akhmad Syarbini beranggapan, akar masalah dualisme ini disebut dimulai sejak kepemimpinan Ridwan Djamaluddin yang menjabat 2016-2021 lalu. 

Menurut kubu Syarbini, kepengurusan kala itu tidak memperbaharui legalitas organisasi sesuai UU Ormas No. 17 Tahun 2013. 

Menurutnya, sejak saat itu mulai muncul berbagai persoalan di dalam tubuh IA ITB, mulai dari proses pemilu yang dinilai kurang transparan karena menggunakan sistem e-voting, hingga dugaan ada kekeliruan dalam aspek hukum saat Ridwan Djamaluddin terpilih. 

Hal inilah yang kemudian, menurutnya, menjadi awal terbentuknya kepengurusan IA ITB versi Gembong Primadjaja, yang ia anggap tidak sah secara hukum.

Akibatnya, mereka menyelenggarakan KLB tandingan pada 10–11 April 2021 untuk membentuk kepengurusan baru yang dianggap sah secara konstitusi.

“Kami pendam dualisme ini sudah 4 tahun untuk menjaga marwah ikatan alumni ITB, tapi sekarang kami muncul untuk mengingatkan mereka [IA‑ITB kepemimpinan Gembong Primadjaja] agar kembali ke AD/ART IA ITB yang autentik,” kata Akhmad Syarbini mengutip dari situs bandung.bisnis.com pada Jumat, 11 Juli 2025.  

Menanggapi hal tersebut, Ketum IA-ITB 2021-2025 saat ini, Gembong Primadjadja membantah jika kepengurusannya cacat hukum seperti yang dituduhkan IA ITB hasil KLB Savoy Homann. 

Gembong Primadjaja tetap bersikukuh bahwa pihaknya adalah kepengurusan yang sah berdasarkan pengakuan Kementerian Hukum dan HAM.

“Cacat hukumnya dimana ya? Kepengurusan IA ITB yang saya pimpin adalah sesuai undang-undang yang berlaku dan dapat pengesahan AHU (Administrasi Hukum Umum) dari Kemenkumham. Pengurus KLB Savoy Homann sudah kalah di pengadilan dan tidak mempunyai AHU,” kata Gembong mengutip dari situs bandung.bisnis.com. 

Gembong menyebut bahwa pihaknya menjalankan organisasi sesuai dengan AD/ART, termasuk menggelar rapat kerja nasional (rakernas) secara berkala dan memiliki struktur organisasi lengkap dari pusat hingga daerah, termasuk cabang di luar negeri.

“Tanyakan kepada KLB Savoy, selama ini kegiatannya apa saja sejak 2021, dan tolong di-detailkan kegiatan dan minta SK-SK pembentukan pengda, pengjur dan prodi, semua ada di kami. Semua cabang IA ITB di daerah dan luar negeri juga ada di bawah kami. Sesuai AD/ART setiap tahun harus diadakan rapat kerja, tanyakan ke mereka apa pernah mereka melaksanakan raker?,” ujar Gembong Primadjaja selaku Ketua Umum IA-ITB 2021-2025.

Oleh karena itu, Sekjen IA-ITB versi KLB, Hairul Anas, menyampaikan harapannya agar rektorat ITB dapat turun tangan sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik dualisme kepemimpinan ini. Ia menegaskan tidak ingin polemik ini terus berkepanjangan dan berharap IA-ITB dapat kembali berjalan sesuai AD/ART yang asli serta berfungsi sebagaimana garis besar haluan organisasi.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *