Keterampilan khusus calon karyawan dapat lebih menentukan diterima tidaknya sebuah lamaran kerja, ketimbang gelar sarjana. Perekrutan berbasis keterampilan mulai diminati.
NELLA baru saja memindai barcode lamaran kerja di salah satu stan perusahaan dalam Naker Fest 2024. Sambil mengecek daftar lowongan dalam bursa kerja yang digelar Kementerian Tenaga Kerja, dia mencari daftar pelatihan yang tersedia hari itu. “Buat menambah skill di resume,” katanya pada akhir Agustus lalu.
Tiga tahun lalu, dara kelahiran Indramayu itu menuntaskan pendidikan sarjana. Ia sempat bekerja di salah satu perusahaan logistik. Namun, ia mengundurkan diri untuk membantu orang tuanya mengelola rumah makan. Setahun terakhir, Nella kembali mencari pekerjaan.
“Sebenarnya ada beberapa perusahaan yang mengontrak saya, tetapi kebanyakan PHP (pemberi harapan palsu). Biasanya berhenti di wawancara dan tidak ada kelanjutan-nya,” katanya.
Tahun lalu, Nella sempat mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Ia hanya lolos sampai Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). “Enggak lolos perangkingan,” katanya. Ia merasa kurang lancar saat menjalani wawancara bahasa inggris. “Mungkin saya perlu kursus dan latihan wawancara lagi,” katanya.

Bagi pencari kerja yang baru lulus, keterampilan dapat menjadi nilai plus seorang kandidat ketimbang ratusan pencari kerja lainnya. “Kemampuan berbahasa Inggris masih menjadi tolok ukur utama, tetapi kemampuan bahasa Mandarin, Korea, dan Jepang dapat membuat para perekrut memprioritaskan kandidat,” kata Christabella Egananta Pinem (TI ’17), konsultan rekrutmen dari JAC. Klien Christabella sebagian besar berasal dari perusahaan Jepang.
“Banyak perusahaan Jepang yang spesifik mencari engineer yang mampu berbahasa Jepang,” kata Christabella. Peluang kerja bagi kandidat yang menguasai tiga bahasa asing ini bakal lebih terbuka, “Karena proyek (pemerintah) itu banyak kerja sama dengan Cina, Korea dan Jepang,” katanya.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia tak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang saat ini terbatas. Tak hanya pelamar yang kesulitan menemukan pekerjaan, perekrut pun kewalahan menghadapi jumlah lamaran yang masuk. Proses penyaringan menjadi lebih panjang.

Jika dulu, perekrut merasa cukup menggunakan pendidikan terakhir, pengalaman kerja, dan jabatan kerja sebagai acuan pe-nyaringan, kini mereka mulai menerapkan rekrutmen berbasis keterampilan untuk menyaring ratusan kandidat menjadi daftar menjadi daftar pendek (shortlist candidates).
Para pemberi kerja lebih berfokus pada keterampilan spesifik yang dimiliki kandidat daripada sekadar latar belakang pendidikan atau jabatan mereka. Pergeseran ini terjadi khususnya untuk industri yang mengalami transformasi teknologi yang cepat.
Eddyman Kharma, Strategic Partnership LinkedIn meng-ungkap pergeseran tren ini. “Kami melihat banyak pengguna mendapatkan pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan sebelumnya, tetapi skill yang digunakan sama,” kata Eddyman Kharma, akhir Agustus lalu. Karena itu, kata dia, penting bagi pencari kerja memastikan kelengkapan keterampilan dalam profil aplikasi jejaring profesional dan lowongan kerja. “Tonjolkan keterampilan dan pencapaian relevan dalam resume dan profil,” katanya.
Eddyman menjelaskan pekerjaan di era digital terus mengalami perubahan. Data LinkedIn menyebutkan rata-rata keterampilan anggota berubah sebesar 25% selama delapan tahun terakhir. Salah satunya karena perkembangan kecerdasan buatan (AI) yang signifikan. LinkedIn memperkirakan perubahan keterampilan itu bisa mencapai 65% pada 2030.
“Upskilling dan reskilling itu penting,” kata Eddyman. Dia menjelaskan banyak aplikasi jejaring profesional dan lowongan kerja menyediakan pelatihan daring dan tes bersertifikat. LinkedIn misalnya, memberikan akses kepada 22 ribu konten e-learning untuk pengguna premium. “Kebanyakan
merupakan softskill, bukan sekadar teori, dan memiliki sertifikasi karena Linkedin bermitra dengan perusahaan teknologi seperti Microsoft, Google, dan sebagainya,” katanya.
Sejumlah pendidikan tinggi kini menjadikan penguasaan software sebagai standar penilaian dalam ruang kuliah bagi para mahasiswanya. “Umpan balik dari perusahaan yang merekrut langsung melalui Career Center juga diteruskan kepada akademik dan program studi. Terutama, jika ada yang dibutuhkan dari profesional dan belum dimiliki oleh alumni,” kata Kepala Career Center ITB, Hafiz Aziz Ahmad (DKV ’93).
Menurut Hafiz, dunia industri masih banyak yang merekrut kandidat langsung melalui kampus. “Ini berlaku untuk semua fakultas di ITB. Hanya seni rupa dan desain yang masih sangat jarang sekali,” katanya. Career Center ITB tengah mengembangkan pemanfaatan kecerdasan buatan untuk pengolahan data alumni. “Kami punya data kebutuhan perusahaan dan data profil alumni. Ini bisa menjadi jembatan untuk mempercepat serapan alumni dalam dunia kerja.”
Raissa (KI ’09), Manajer Career Center Universitas Pertamina mengatakan bahwa industri membutuhkan bukan hanya keterampilan teknis dari pencari kerja, tetapi juga softskill. Misalnya, kemampuan komunikasi, memecahkan masalah, memimpin, adaptasi, etika kerja, manajemen waktu, dan seterusnya. “Kami menggelar seminar karir, pelatihan khusus hingga konsultasi,” katanya.
Lembaganya juga mendorong mahasiswa untuk mengikuti program magang di berbagai perusahaan maupun terlibat dengan proyek dosen. “Pada kebanyakan lowongan kerja, syaratnya adalah berpengalaman,” kata Raissa. Kuliah sambil magang akan membuka kesempatan kerja yang lebih besar. “Bisa menjadi salah satu pengalaman kerja dalam resume mereka.”
Universitas Pertamina juga meninjau kurikulum program studi lebih intens. “Dulu hanya lima tahun sekali, tetapi sekarang karena perkembangan teknologi sangat pesat, kami lebih intens berbicara dengan industri dan kebutuhannya,” katanya.
Eddyman menyarankan setiap bidang pekerjaan melihat prospek ke depan untuk meningkatkan keterampilan. Dalam daftar Jobs on The Rise 2024 versi Linkedin misalnya, disebutkan bahwa tiga posisi pekerjaan teratas di Indonesia yang paling dicari adalah Data Scientist, Security Operations Center Analyst, dan Social Media Marketing Specialist.
“Karena itu kandidat yang menguasai Data Science, Python, bahasa pemrograman, machine learning hingga keamanan siber bakal lebih unggul di mata perekrut,” kata Eddyman. Sementara untuk posisi Social Media Marketing Specialist, keterampilan copywriting, pemasaran hingga strategi konten menjadi nilai plus kandidat. “Jika Anda ingin bertahan, terus berkarir bahkan berpindah pekerjaan, meningkatkan keterampilan itu kewajiban,” katanya. ▉