Sumber: Dr. Harry Patria
Gaji pokok dosen Indonesia menjadi yang terendah di antara negara-negara di Asia Pasifik. Fakta ini menjadi perbincangan hangat di media sosial mengingat gaji pokok Indonesia menempati urutan 14 dari 14 negara alias paling bawah dari beberapa negara ternama di kawasan Asia Pasifik seperti Hong Kong, Australia, Jepang, ataupun Cina.
Postingan infografis itu kemudian mendapat komentar dari Dr. Harry Patria (TK’03) yang menyindir bahwa rendahnya gaji pokok dosen Indonesia adalah penyebab tertinggal jauhnya kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dibandingkan negara-negara lainnya.
“Sudah kebayang gimana masa depan bangsa ini? Minat baca menurun apalagi menulis, Nilai PIS relatif rendah, Produktivitas relatif rendah, Guru/dosen gaji rendah.”
“Menjadi ilusi, Ngomong apa? Pidato apa?” Kritik Dr. Harry Patria yang juga merupakan pendiri dari perusahaan konsultan Data Science, Patria & Co. pada Rabu, 12 Februari 2025 lalu di akun resmi Linkedin Dr. Harry Patria.
Menurut infografis itu, gaji pokok dosen di Indonesia hanyalah Rp. 4,2 Juta per bulan. Sedangkan, gaji pokok dosen di Hong Kong di urutan teratas bisa mencapai Rp 94,9 juta per bulan. Ketimpangannya sangatlah jauh sekali.
Harry Patria berpendapat bahwa tidak akan ada negeri yang maju tanpa kualitas pendidikan yang memadai. Ia pun mengkritik jika kualitas dan kesejahteraan dosen Indonesia saat ini masihlah rendah.
Menurutnya, kurangnya kesejahteraannya tenaga didik saat ini menyebabkan hengkangnya para dosen untuk mencari peruntungan di luar negeri. Harry berujar, jika kesejahteraan dosen lebih dihargai di luar negeri.
“Gak ada negeri maju tanpa pendidikan. Gak peduli dengan kurikulum dll. Mo kayak apapun kurikulum. Namun kualitas dan kesejahteraan rendah. Apa yang bisa diharap? Aku sendiri memang sudah gak berharap.”
“Makanya minggat. Di UK sekolah anak gratis. Makan siang di sekolah pun gratis. Gmn menurut kawan-kawan di sini? Ketimpangan bakal makin besar.” Keluh Harry Patria mengutip dari akun Linkedinnya yang saat ini tengah menempuh studi doktoral nya di University of Strathclyde, Glasgow, Skotlandia saat ini pada 14 Februari 2025.
Gaji Pokok Dosen di Indonesia Adalah yang Terendah di Seluruh Asia Pasifik
Pada Infografis itu menunjukkan Dosen di Hong Kong dan Australia menempati peringkat teratas dalam hal gaji pokok, dengan masing-masing mendapatkan Rp 94,9 juta dan Rp 94,8 juta per bulan.
Disusul oleh Singapura dengan Rp 72,2 juta dan Selandia Baru dengan Rp 62,1 juta. Negara-negara ini dikenal memiliki sistem pendidikan tinggi yang kuat, serta insentif besar bagi tenaga pengajar.
Sedangkan, gaji pokok dosen di Jepang berada di angka Rp 44 juta per bulan, sedangkan di Cina sebesar Rp 38,8 juta, dan di Taiwan Rp 30 juta. Negara-negara ini memiliki pertumbuhan pesat dalam bidang akademik dan riset, yang turut mendorong peningkatan kesejahteraan dosen.
Sementara, di Asia Tenggara, gaji dosen Indonesia bahkan menjadi yang terendah dibandingkan dengan negara maju di kawasan Asia Pasifik dan ASEAN. Korea Selatan memiliki gaji pokok sebesar Rp 26 juta, Thailand Rp 19,3 juta, Malaysia Rp 14,6 juta, Filipina Rp 6,9 juta, dan Vietnam Rp 6,5 juta.
Indonesia menempati posisi terbawah dalam daftar tersebut, dengan gaji pokok dosen PNS hanya sekitar Rp 4,2 juta per bulan. Dibandingkan dengan negara lain di kawasan ini, kesejahteraan dosen di Indonesia masih tertinggal jauh, yang bisa berdampak pada kualitas pengajaran dan riset akademik di dalam negeri.
“Ohh ya info dari social media bahkan menyampaikan gaji real (dosen Indonesia) di lapangan ada yg 2-3 Jt an sebulan.” Sindir Harry Patria.
Perdebatan Seru Netizen: Ikut Kritik Ketimpangan Para Dosen Indonesia
Komentar ini pun mendapatkan banyak reaksi netizen di Linkedin. Mayoritas netizen yang merupakan para public figure penting juga ikut mengkritik ketimpangan kesejahteraan para dosen Indonesia saat ini.
Postingan itu pun mendapatkan 643 likes, 124 comments, dan 24 reposts pada akun Linkedin Dr. Harry Patria.
Para netizen pun ikut melakukan dialog perdebatan seru dari isu ini. Para netizen banyak yang bertukar pikiran terkait bagaimana metode cara untuk mensejahterakan nasib para dosen Indonesia.
Hal senada diujarkan oleh Alfred Boediman Ph.D selaku Managing Director Samsung Electronics Indonesia periode 2011-2021. Ia merespons postingan Harry tersebut dengan berkomentar “One picture explained everything…#sigh.” Keluh Alfred Boediman pada 12 Februari 2025.
Salah satu netizen bernama Lupianto yang merupakan Head of Business Operations, LEME International, Pte, Ltd, mengkritik pemborosan anggaran negara, kebocoran pendapatan pajak dan SDA, serta ketidakadilan sistem perpajakan.
Menurutnya, jika pengelolaan lebih transparan dan efisien, anggaran bisa dialihkan ke sektor yang lebih bermanfaat seperti pendidikan.
“Banyak anggaran negara nggak tepat. Menteri harusnya nggak perlu wakil , dikasih wakil. Pejabat meeting di hotel berbintang habiskan Milyaran padahal mereka bisa meeting virtual Gmeet. Indonesia punya Tambang emas, batu bara ,gas bumi, nikel.”
“Kemana hasilnya lari . Tanpa pajak pun kalau hasil SDA masuk ke negara pun bisa surplus APBN kita. Coba anggaran yang useless itu alihkan ke pendidikan akan lebih bermanfaat.” Kritik Lupianto menanggapi postingan Harry Patria.
Sementara, ada juga netizen yang mengungkapkan rasa keprihatinan dan keheranan terhadap struktur biaya (cost structure) dalam bisnis pendidikan tinggi, terutama di universitas swasta.
Ia merasa heran mengapa banyak universitas swasta dengan jumlah mahasiswa ribuan dan fasilitas kampus yang megah tetap membayar dosen dengan gaji yang relatif rendah.
“Mirisss😭 sebenarnya cost structure bisnis pendidikan tinggi gimana sih pak? Dr. Harry Patria , kepo to the max saya => banyak universitas swasta bahkan disini dengan ribuan mahasiswa dan gedung perkuliahan yang mentereng tapi gaji dosen cuman belasan juta?😭 kenapa mereka tidak mau/mampu membayar dosen dgn layak?” Kata Dr. Adhitya Rendra Kusuma selaku Head of Sales dari PT Mondelez Internasional.
Dr. Harry Patria kemudian merespons hal itu dengan mengatakan banyak orang rela mengeluarkan jutaan rupiah untuk menonton konser, membeli smartphone terbaru, atau berlibur.
Tetapi ketika dihadapkan pada kesempatan untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman, mereka justru menginginkannya secara gratis. Fenomena ini mencerminkan ketimpangan dalam cara sebagian masyarakat memprioritaskan pengeluaran mereka.
“Berkali-kali menolak yg invite gratis kuliah tamu. sering aku sampaikan kenapa banyak yg bayar jutaan untuk nonton konser, puluhan juta beli smartphone, healing dll, giliran ilmu dan pengalaman maunya gratis.”
“Jadi ini ada mental state issue di sebagian rakyat kita yg kurang menghargai ilmu pengetahuan sementara bisa habisin jutaan untuk lainnya.
“Padahal ilmu pengetahuan dan pengalaman itu investasi yg bisa mengubah cara pandang dan hidup orang, bukan konsumsi.” Kata Harry Patria merespons komentar dari Dr. Adhitya Rendra Kusuma.
Kemudian, seorang Radiologist dari Universitas Indonesia bernama Yonathan William, MD juga merespons pernyataan Dr. Adhitya dengan berujar bahwa Perguruan tinggi sebaiknya tidak hanya berfokus pada biaya, tetapi juga pada diversifikasi sumber pendapatannya.
Di Indonesia, pendapatan utama masih bergantung pada uang kuliah mahasiswa, sementara universitas top dunia memiliki sumber dana lebih beragam, seperti endowment funds dan hibah dari industri atau pemerintah.
Agar lebih kompetitif, universitas lokal perlu meningkatkan kualitasnya untuk menarik hibah, mahasiswa internasional, dan mengelola dana abadi secara profesional demi keberlanjutan finansial. Oleh karena itu, ia menyarankan agar perlunya diversifikasi pendapatan supaya dosen lebih sejahtera.
“Perguruan lokal harus punya kualitas yang dapat menarik industrial / government grant, juga menarik international students yang notabene mampu membayar lebih mahal.” Kata Yonathan.
Profil Dr. Harry Patria
Dr. Harry Patria sendiri adalah seorang ahli strategi data, pengusaha, dan dosen dengan latar belakang pendidikan yang luas.Ia adalah lulusan dari Teknik Kimia ITB angkatan 2003.
Ia juga menjabat sebagai CEO dan Chief Data Strategist di PT Strategi Transforma Infiniti (Patria & Co.), sebuah perusahaan yang ia dirikan untuk memberikan layanan strategi dan analitik data kepada lebih dari 100 klien korporat.
Dr. Harry memiliki pengalaman industri lebih dari 15 tahun, dengan posisi terakhir sebagai Wakil Presiden Perencanaan Korporat & Pengembangan Bisnis di sebuah Badan Usaha Milik Negara dan Senior Manager di perusahaan nasional.
Ia meraih gelar Ph.D. dalam Manajemen Strategis dari Universitas Indonesia, di mana ia diakui sebagai lulusan terbaik dan tercepat. Saat ini, Dr. Harry sedang menempuh program Ph.D. keduanya di University of Strathclyde dengan beasiswa dari UK Research and Innovation untuk periode 2022–2025.