Illustrasi input data. Sumber: Istimewa
Kasus data ganda pada SINTA menyoroti perlunya verifikasi yang lebih ketat agar identitas dosen tidak tercatat secara keliru.
Seorang dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mempertanyakan keakuratan pencatatan data di sistem SINTA (Science and Technology Index) yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Lewat unggahan media sosial Instagramnya, Hendhy Nansha (KR’02) mempublikasikan sebuah tangkapan layar yang menunjukkan adanya kekeliruan pencatatan identitas diri dosen di sistem SINTA.
Dalam unggahan tersebut, terlihat dua akun dengan nama hampir serupa, yakni Hendhy Nansha dan Hendy Hertiasa, keduanya tercatat sebagai alumni ITB dan memiliki foto profil yang identik.
Namun, Hendhy dengan tegas menyatakan bahwa hanya satu dari akun tersebut yang benar-benar miliknya, sementara yang lain bukan merupakan akun yang ia buat atau kelola.
Hendhy menuliskan penjelasan langsung pada gambar, “ini aku sinta saya” dan “ini bukan akun saya” untuk membedakan akun asli dan akun yang bermasalah.
Ketika dikonfirmasi Alumnia, Hendhy berkata bahwa kesalahan tersebut berasal dari kesalahan internal dari ITB sendiri.
“Intinya problem itu adalah kesalahan dari internal ITB (sendiri).” Kata Hendhy kepada Alumnia pada Selasa, 8 April 2025.
“Unggahan saya tersebut dilatarbelakangi oleh kegagalan saya dalam mengajukan kenaikan jabatan fungsional, karena terdapat kelebihan 1,45 SKS. Kelebihan ini diduga akibat kesalahan sistem, di mana jumlah SKS tersebut tidak terbaca di akun saya, tetapi justru terbaca di akun reviewer. Akibatnya, saya tidak bisa mengajukan kenaikan jabatan fungsional.” Kata Hendhy.
“Melalui temuan kesalahan data di SINTA ini, saya menyadari bahwa pengelola sistem—dalam hal ini ITB dan LLDIKTI—ternyata juga bisa melakukan kesalahan. Maka seharusnya, jika pengelola pun bisa keliru, dosen juga bisa dimaklumi apabila terjadi kesalahan dalam proses input data.” Lanjutnya.
Unggahan ini memunculkan kekhawatiran tentang validitas data pada sistem SINTA yang selama ini dijadikan rujukan utama dalam penilaian kinerja dosen di Indonesia.
Tak hanya itu, Hendhy juga menyampaikan harapan agar para pengelola data di PDDIKTI dan LLDIKTI agar segera memperbaiki layanan agar tidak merugikan dosen bersangkutan.
“Semoga pak menteri @brian_yuliarto mampu memberi solusi bagi para dosen yg selalu dikorbankan oleh kebijakan dan aplikasi apalah-apalah yg ga tau faedahnya buat apa.” Kata Hendhy Nansha yang berprofesi sebagai dosen di FSRD ITB itu pada 5 Maret 2025 lalu.
Kesalahan semacam ini, jika tidak segera diperbaiki, berpotensi menimbulkan dampak serius secara administratif bagi dosen yang dituntut selalu profesional.