Wiza Hidayat, CEO Arkadia Works dan Ketua BKTI-PII
DARI meja makan milik orang tuanya, Wiza Hidayat (TI ‘01) memulai usaha desain interior yang terus berkembang. Kini, Arkadia Works, perusahaan miliknya menjadi pemain utama di industrinya. Wiza mengawali tahun ini dengan meresmikan kantor pusat Arkadia Works di wilayah Pondok Indah, Jakarta Selatan, sebuah bangunan hemat energi yang mencerminkan komitmen keberlanjutan dan visi jangka panjang perusahaannya.
Kantor baru Arkadia Works HQ mengantongi sertifikasi Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) dari International Finance Corporation (IFC), bagian dari World Bank Group. Melalui proses retro-fitting dan penilaian ilmiah yang ketat, gedung ini mencatat efisiensi 23% untuk energi, 30% untuk air, dan 99% dalam penggunaan material ramah lingkungan. Selain itu, kantor ini juga memenangkan penghargaan bergengsi dari Asia Pacific Property Awards pada kategori Office Interior Indonesia tahun 2025.
“Tren yang diminati adalah desain ramah lingkungan, mengedepankan keberlanjutan, dan kembali ke alam,” ujar Wiza kepada Alumnia awal Maret lalu. Tahun ini, ia bersiap memperluas pasar dengan mengakuisisi perusahaan di negeri jiran.
Kepada Stanno Yudha Putra (SI ’02) dan Raihan Fauzan (MT ’18) dari Alumnia, Wiza berkisah tentang jatuh bangun membangun bisnis, memaknai desain, dan visinya sebagai Ketua Badan Kejuruan Teknik Industri (BKTI) Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang baru saja dilantik awal tahun 2025. Berikut petikannya yang telah disunting:
T: Bagaimana ceritanya Anda yang lulusan teknik industri bisa merintis bisnis desain interior?
J: Kita mundur dulu ya. Ketika masih kuliah, cita-cita saya sebenarnya berkarier di dunia migas. Pada masa itu, awal 2000-an, ITB sedang giat mencanangkan diri sebagai entrepreneur university. Saat itu juga saya baru tahu kalau ada pilihan karier sebagai pengusaha. Saya mengikuti berbagai seminar entrepreneurship dan mulai tumbuh ketertarikan untuk berbisnis.
T: Lalu apa yang Anda lakukan setelah lulus?
J: Saya bekerja selama setahun di sebuah konsultan teknik bernama Singgar Mulia, milik alumni Teknik Mesin angkatan 60-an. Setelah itu saya menjadi management trainee di Bank Mandiri selama tiga tahun dengan penempatan terakhir di divisi perbankan korporat. Namun, karena workload yang tinggi, sulit membagi waktu untuk memulai bisnis. Akhirnya saya putuskan resign dan benar-benar fokus berbisnis.
T: Apa bisnis pertama Anda saat itu?
J: Saya mencoba banyak hal, mulai dari traktor, keramik, gas—pokoknya model ‘palugada’ (apa lu butuh gua ada). Banyak juga yang gagal. Tapi, dengan pengalaman saya di Singgar Mulia dan Mandiri, akhirnya saya melihat ada potensi besar di desain interior, khususnya untuk segmen perkantoran. Maka lahirlah Arkadia Works. Saya ambil nama Arkadia dari sebuah wilayah di mitologi Yunani yang erat dengan kesan indah dan asri karena saya memang senang melihat hal-hal indah.
T: Bagaimana Arkadia Works memulai langkah pertamanya?
J: Kantor pertama kami sebenarnya di meja makan milik orang tua saya. Klien pertama kami adalah Santos Energy yang awalnya hanya memesan furnitur. Kami memesankan ke pihak ketiga. Tapi, karena kami responsif dan selalu terbuka pada umpan balik, akhir-nya dipercaya mendesain ruangan kecil seluas 50 m². Dari sana, proyek berkembang. Kini kami sudah menangani berbagai klien besar, termasuk TikTok dan Unilever.
T: Seberapa besar proyek yang biasa Anda tangani saat ini?
J: Proyek yang kami tangani saat ini berukuran di atas 700 m². Kami juga sudah mengoperasikan pabrik sendiri untuk manufaktur furnitur di Cileungsi. Selain itu, kami sedang ekspansi ke Malaysia untuk memperluas pasar.
T: Apa makna kantor baru Arkadia bagi Anda?
J: Kantor baru kami diresmikan Januari 2025 lalu dan sudah mengantongi sertifikat EDGE dari IFC. Kantor ini hemat
energi, air, dan material. Ini bukan cuma soal tempat kerja, tapi juga simbol semangat baru dan tempat kolaborasi antara desainer dan engineer. Prinsip kami: kalau kami bisa membuat kantor bagus untuk orang lain, kami juga harus punya kantor terbaik untuk tim sendiri.
T: Apa peran Anda sekarang di perusahaan?
J: Saya tidak lagi banyak terlibat di sisi teknis. Itu diserah-kan ke tim arsitek dan desainer interior yang memang sangat ahli di bidangnya. Saya fokus ke manajemen dan strategi. Penting sekali menjaga reputasi untuk memastikan perusahaan selalu dipercaya pelanggan.

T: Bagaimana dampak pandemi terhadap bisnis Anda?
J: Jujur, awal pandemi cukup bikin stres. Banyak calon klien yang membatalkan proyek karena kebijakan WFH. Tapi, kemudian kami melihat ada peluang dari sektor digital startup dan industri pendukungnya seperti telekomunikasi, kesehatan, dan call center. Kami cukup banyak menangani proyek pembangunan call center. Kami bersyukur, justru dari masa sulit itu, bisnis kami mulai menanjak dan pendapatan terus meningkat.
T: Apa tren desain interior saat ini?
J: Desain adalah soal selera, jadi kami selalu mengikuti kebutuhan klien. Tapi kalau bicara tren, saat ini banyak yang mencari desain ramah lingkungan, biophilic, dan multifungsi. Ruang kantor kini harus fleksibel dan mendukung teknologi seperti IoT, AI, dan cloud computing. Efisiensi ruang jadi sangat penting karena harga real estate semakin tinggi.
T: Apa target Anda sebagai Ketua BKTI PII?
J: Para insinyur selalu update dengan keilmuan teknik industri yang relevan terhadap perkembangan teknologi. Target sederhananya adalah agar organisasi ini memberi manfaat nyata, baik bagi anggota maupun masyarakat. Ka-mi ingin mempertemukan akademisi dengan industri. Mahasiswa bisa lebih mudah magang dan masuk ke dunia kerja, sementara industri bisa menjalin kerja sama dengan kampus.
T: Berapa jumlah anggota BKTI PII saat ini?
J: Lebih dari 4.000 orang. Di PII, secara jumlah anggota kami peringkat keempat terbanyak. Tapi secara nasional, rasio insinyur Indonesia terhadap jumlah penduduk masih relatif rendah dibanding negara-negara di ASEAN.
T: Mengapa penting bergabung dengan BKTI PII?
J: Networking dan knowledge. Networking membuka peluang bisnis/solusi baru. Knowledge membuka wawasan terkini untuk tetap relevan terhadap perkembangan teknologi.