ITB Kaji Analisis Strategi Pemerintah untuk Capai Net Zero Emission Pada 2060 Mendatang

Fachrizal Hutabarat

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Sumber: presidenri.go.id

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) telah mencabut kebijakan baru untuk melarang pengecer untuk menjual gas elpiji 3kg. 

Sebelumnya, keputusan pelarangan pengecer untuk menjual gas elpiji tersebut diberlakukan pada tanggal 1 Februari 2025 dan dicabut 2 hari kemudian mulai 3 Februari 2025.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia mengungkapkan, para pengecer hanya akan berganti nama menjadi sub-pangkalan. Langkah ini diambil untuk menormalkan kembali jalur distribusi gas bersubsidi tersebut dengan menjadikan pengecer sebagai mitra resmi Pertamina.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Sumber: Kementerian ESDM

“Semua pengecer ya, pengecer yang ada kami fungsikan. Mereka per hari ini mulai menjadi sub-pangkalan,” Kata Bahlil di Kompleks Parlemen Senayan pada Selasa, 3 Februari 2025 mengutip dari situs resmi Indonesia.go.id pada 11 Februari 2025.

Bahlil melanjutkan, para pengecer yang telah berstatus sub-pangkalan akan dibekali aplikasi Pertamina bernama MerchantApps Pangkalan Pertamina. Aplikasi ini memungkinkan pengecer mencatat data pembeli, jumlah tabung gas yang dibeli, serta harga jualnya.

“Melalui aplikasi tersebut, pengecer bisa mencatat siapa yang membeli, berapa jumlah tabung gas yang dibeli, hingga harga jual dari tabung gas tersebut,” katanya.

Pelarangan ini awalnya bertujuan memastikan distribusi dan harga LPG bersubsidi tetap terkendali, tepat sasaran, dan serta berjalan sesuai kebijakan pemerintah. 

Namun, Pencabutan keputusan ini dilakukan setelah pemerintah menerima berbagai keluhan dari masyarakat terkait kesulitan memperoleh gas tersebut. 

Dengan mencabut larangan tersebut, pemerintah berharap distribusi elpiji 3 kg bersubsidi dapat berjalan lebih efektif dan efisien, serta tepat sasaran bagi masyarakat yang berhak menerima subsidi dari bahan bakar fosil tersebut.

Pemerintah Longgarkan Aturan LPG, Bagaimana Nasib Transisi Energi ke Net Zero Emission?

LPG 3Kg Sumber: Istimewa

Meski begitu, pemerintah tetap berkomitmen untuk menurunkan produksi dan konsumsi energi fosil termasuk batubara dan gas LPG dalam skenario Net Zero Emission (NZE) dalam jangka panjang, yang mencerminkan upaya pemerintah dalam transisi energi menuju sumber yang lebih bersih di masa depan. 

Upaya pemerintah dalam transisi energi telah diproyeksikan dalam ebook kajian Forum Guru Besar (FGD) ITB yang berjudul “Pendidikan, Sains, dan Teknologi Indonesia Masa Depan: Kontribusi ITB untuk Bangsa” pada tahun 2024. Kajian tersebut memaparkan analisis terkait kondisi dan komitmen Indonesia terkait transisi energi netral karbon pada tahun 2060 mendatang.

Menurut analisis Alumnia, pada grafik tersebut dijelaskan bagaimana proyeksi penurunan produksi, konsumsi domestik, dan ekspor batubara sebagai energi fosil dalam skenario *Net Zero Emission* (NZE) dari tahun 2022 hingga 2060. 

Sumber: Forum Guru Besar ITB

Grafik ini menggambarkan proyeksi produksi, ekspor, dan konsumsi domestik batubara sebagai salah satu energi fosil dalam skenario Net Zero Emission (NZE) untuk periode 2022-2060. 

(1) Ekspor batubara, yang pada tahun 2022 mencapai 468 juta ton, mengalami tren penurunan tajam hingga hanya tersisa 113 juta ton pada 2060. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekspor batubara dalam transisi menuju energi bersih.

Sementara itu, (2) permintaan batubara untuk sektor non-listrik, yang pada 2022 tercatat sebesar 49,2 juta ton, sempat meningkat sedikit menjadi 50,4 juta ton pada 2030 sebelum mengalami penurunan bertahap. Pada 2060, permintaan ini hanya tersisa 55,7 juta ton, menandakan adanya pergeseran menuju penggunaan energi alternatif yang lebih berkelanjutan.

(3) Produksi batubara, yang pada 2022 mencapai 663 juta ton, juga menunjukkan tren penurunan tajam, turun menjadi 601 juta ton pada 2040 dan hanya 327 juta ton pada 2060. Ini sejalan dengan kebijakan yang menargetkan pengurangan eksploitasi batubara guna mendukung transisi energi.

Pada sisi konsumsi, (4) permintaan batubara untuk sektor listrik menunjukkan perubahan signifikan. Jika pada 2022 konsumsi batubara di sektor listrik mencapai 145 juta ton, angka ini sempat meningkat menjadi 175 juta ton pada 2030. Namun, permintaan kemudian turun drastis menjadi 52,8 juta ton pada 2050 dan hanya tersisa 15,7 juta ton pada 2060. Penurunan ini mencerminkan peralihan besar-besaran ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

Di sisi lain, (5) permintaan batubara untuk industri hilirisasi mengalami fluktuasi. Pada 2022, sektor ini menggunakan sekitar 145 juta ton batubara, dan meskipun sempat mengalami penyesuaian, jumlahnya perlahan menurun hingga 157,6 juta ton pada 2060. Ini menunjukkan bahwa hilirisasi batubara masih akan terus berjalan, tetapi dengan volume yang jauh lebih kecil dibandingkan dekade sebelumnya.

Sebagai perbandingan, grafik ini juga menampilkan (6) skenario Business as Usual (BAU) yang ditandai dengan garis hijau. BAU menggambarkan tren produksi batubara jika tidak ada intervensi kebijakan NZE. Dalam skenario BAU, produksi batubara tetap tinggi di atas 700 juta ton sepanjang periode. Perbedaannya dengan skenario NZE menegaskan adanya perubahan signifikan dalam kebijakan energi yang bertujuan untuk menekan penggunaan batubara secara bertahap.

Secara keseluruhan, grafik ini mencerminkan bahwa kebijakan Net Zero Emission bertujuan untuk mengurangi produksi, ekspor, dan konsumsi batubara di Indonesia secara bertahap hingga 2060. Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk menurunkan ketergantungan terhadap energi fosil dan mempercepat transisi ke energi bersih, yang selaras dengan target lingkungan global.

Grafik ini juga memperlihatkan tren penurunan produksi batubara secara bertahap, terutama setelah tahun 2030, yang selaras dengan kebijakan pengurangan emisi karbon dan transisi energi. Produksi batubara mengalami penurunan drastis dari 663 juta ton pada tahun 2022 menjadi sekitar 327 juta ton pada tahun 2060.

Sementara itu, ekspor batubara menunjukkan penurunan tajam setelah tahun 2030, mengindikasikan adanya pembatasan ekspor sebagai bagian dari strategi transisi energi. Permintaan listrik dari batubara serta permintaan industri non-listrik juga mengalami penurunan signifikan seiring dengan peralihan ke energi terbarukan dan upaya pengurangan ketergantungan pada batubara.

Di sisi lain, permintaan batubara untuk industri hilir tetap ada meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Hal ini sejalan dengan strategi hilirisasi yang bertujuan meningkatkan nilai tambah batubara sebagai bahan baku industri dan energi alternatif.

Dalam pengembangannya, peningkatan nilai tambah batubara sebagai strategi hilirisasi itu mencakup pengelolaan batubara menjadi produk turunan, baik sebagai bahan baku industri maupun sumber energi, seperti dimethyl ether gas synthesis, activated carbon, metallurgical coal, mesoporous carbon, bahan baku kimia, graphene, dan perangkat elektronika, termasuk nuclear graphite, elektroda untuk baterai dan superkapasitor, insulasi termal, manajemen termal, dan konduksi termal hingga bahan baku pembangunan konstruksi gedung-gedung menjadi fokus utama dalam pengembangan sektor ini.

Dengan demikian, meskipun produksi dan konsumsi batubara menurun, pemanfaatannya tetap dipertahankan dalam bentuk yang lebih ramah lingkungan dan efisien. Strategi transisi menuju NZE mencakup berbagai langkah, seperti substitusi energi fosil dengan biofuel, penerapan teknologi pengurangan emisi seperti CCS dan CCUS, serta pemanfaatan batubara dalam bentuk produk berteknologi tinggi.

Secara keseluruhan, grafik ini mencerminkan strategi dekarbonisasi yang bertujuan menekan emisi energi fosil dengan mengurangi ketergantungan pada batubara untuk ekspor dan pembangkit listrik, serta berfokus pada hilirisasi batubara dengan nilai tambah lebih tinggi.

Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun pemerintah berkomitmen pada pengurangan emisi karbon dan penggunaan energi bersih, kebijakan energi tetap harus mempertimbangkan realitas ekonomi rakyat, khususnya di sektor rumah tangga dan UMKM yang masih sangat bergantung pada LPG bersubsidi.

Itu artinya, kebijakan pencabutan larangan pengecer adalah solusi jangka pendek untuk memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Namun, dalam jangka panjang, pemerintah tetap mendorong transisi energi dengan mengembangkan alternatif energi bersih.

Artinya, meskipun saat ini LPG subsidi tetap didistribusikan secara luas, nantinya pemerintah akan berupaya mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap LPG melalui elektrifikasi dan bahan bakar terbarukan.

Jadi, meskipun terlihat bertentangan, kedua kebijakan ini berjalan dalam kerangka waktu yang berbeda, yaitu solusi pragmatis dalam jangka pendek, tetapi tetap mengarah pada tujuan keberlanjutan jangka panjang yang tetap untuk mencapai NZE 2060.

Dari Biomassa hingga Minyak Jelantah: Solusi Alternatif Ramah Lingkungan dari Alumni ITB untuk Krisis LPG

IA ITB Sumbar, Sumber: RRI Indonesia

Namun, meskipun larangan telah dicabut, beberapa daerah masih mengalami kelangkaan elpiji 3 kg, yang menyebabkan antrian panjang masyarakat untuk mendapatkannya. 

Menanggapi isu tersebut, Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA-ITB) Sumatera Barat mengadakan diskusi terkait upaya untuk mengatasi kelangkaan gas elpiji 3 kg akibat kebijakan tersebut. Dialog tersebut diadakan di Sekretariat IA-ITB Sumbar Jl Kapuas No 14, kawasan GOR H Agus Salim Padang pada 6 Februari 2025.

Menurut seorang ahli Geologi dan Vulkanologi, Ade Edward, jika nantinya kebijakan pelarangan tersebut berlaku, penggunaan gas alam sebagai pengganti LPG di daerah pedesaan merupakan opsi yang layak dipertimbangkan, sehingga ia menyarankan agar warga tidaklah perlu cemas dengan aturan baru ini. 

“Masyarakat pedesaan jangan resah dengan kebijakan pemerintah tersebut, karena penggunaan gas alam di pedesaan sebagai pengganti LPG adalah hal yang layak,” ujar Ade Edward, salah seorang alumni IA-ITB Sumbar, mengutip dari situs resmi pemerintah, Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 Februari 2025.

Ia menjelaskan bahwa dari segi ekonomi, penggunaan energi alternatif biomassa, yang berasal dari kayu dan bahan organik lain, bisa menjadi alternatif yang lebih murah dibandingkan gas cair dalam jangka panjang. 

Dalam kesempatan yang sama, Ir. Durain P. Siregar, seorang lulusan Teknik Kimia ITB, mengungkapkan bahwa daerah pedesaan sebenarnya memiliki potensi besar dalam pemanfaatan energi biomassa. 

Ia menilai bahwa ketergantungan masyarakat desa pada elpiji merupakan sesuatu yang kurang tepat, karena di sekitar mereka tersedia sumber energi alternatif yang lebih murah dan lebih ramah lingkungan, seperti kayu kering dan daun kering.

Lebih lanjut, Durain menambahkan bahwa teknologi kompor berbasis minyak jelantah, oli bekas, atau biomassa hibrida bisa menjadi solusi bagi pedagang gorengan dan pelaku UMKM makanan. 

Teknologi ini tidak hanya lebih ekonomis, tetapi juga lebih ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah yang ada. Ia menegaskan bahwa ketergantungan masyarakat pedesaan terhadap LPG harus segera dikurangi dengan menghadirkan inovasi-inovasi energi alternatif yang lebih berkelanjutan.

Namun, menurutnya transisi ini menghadapi tantangan, seperti minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya kesadaran masyarakat akan manfaat gas bumi, serta perlunya kebijakan yang mendukung perubahan ini.

Oleh karena itu, Untuk menyeimbangkan kebutuhan jangka pendek dan visi Net Zero Emission 2060, pemerintah perlu memastikan distribusi LPG 3 kg tetap lancar sambil mendorong transisi ke energi berkelanjutan untuk menghindari kelangkaan dan dampak sosial ekonomi yang lebih luas.

Namun, dalam jangka panjang, pemerintah bersama akademisi dan pelaku industri perlu mempercepat pengembangan infrastruktur serta edukasi mengenai alternatif energi, seperti biomassa dan gas alam, agar masyarakat lebih siap beralih tanpa menghadapi ketidakstabilan energi. Dengan demikian, keseimbangan antara keberlanjutan dan kebutuhan rakyat dapat terwujud secara lebih realistis dan efektif.

Topik:
Share:
Facebook
X
LinkedIn
Threads
WhatsApp
Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *